Selasa, 06 November 2012

Nazreen Nawaz: Kapitalisme Melakukan Dehumanisasi Terhadap Perempuan Indonesia



PADA hari Senin, 29 Oktober kemarin, banyak media Indonesia dan Asia, termasuk kantor berita ANTARA dan Jakarta Post memberitakan tentang iklan kontroversial di Malaysia terkait buruh migran Indonesia, dimana bunyi iklan provokatif ini, “Indonesian maids now on SALE!”. Wajar saja iklan ini langsung menimbulkan kemarahan publik Indonesia dan mendapat kecaman keras dari kedua pemerintahan, Indonesia dan Malaysia. Mantan wakil ketua DPR, Zaenal Ma’arif memberi sebuah pernyataan yang menggarisbawahi bahwa diobralnya tenaga kerja Indonesia merupakan realitas yang memang terjadi, bukan sekadar iklan belaka, ia mempertanyakan kenapa pemerintah Indonesia berpura-pura kaget dan mengecam saat mereka telah lama mengetahui kondisi menyedihkan dari tenaga kerja Indonesia di negeri orang. Sekitar 2,5 juta buruh migran Indonesia di Malaysia -dimana hampir 80%-nya adalah perempuan- dan jutaan lainnya diberbagai negara, telah diperlakukan seperti layaknya barang dagangan dan harus menghadapi penyiksaan, pelecehan bahkan pembunuhan oleh majikan mereka.Ini sesungguhnya adalah dehumanisasi massal.
Terlepas dari semua ini, pada bulan Juli 2012 lalu pemerintah Indonesia justru membanggakan capaian arus masuk remitansi yang dibawa oleh para TKI itu ke dalam negeri dimana mencapai 65 triliun Rupiah, ini dianggap sebagai kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jumlah besar perempuan Indonesia yang dipaksa bermigrasi akibat belenggu kemiskinan adalah paradoks bagi Indonesia yang tengah dipuji sebagai kekuatan ekonomi baru Asia oleh banyak negara-negara Barat karena prestasi pertumbuhan ekonominya. Hal ini mencerminkan karakter Kapitalisme yang menyediakan kekayaan untuk beberapa gelintir pihak namun membiarkan mayoritas pihak yang lemah kelaparan.
Di Bangladesh, Pakistan dan kawasan lain di dunia Muslim, jutaan perempuan juga harus menghadapi kejamnya eksploitasi ekonomi untuk menyambung hidup demi keluarganya akibat sistem ekonomi Kapitalis buatan manusia yang gagal dan justru melahirkan kemiskinan massal, yang memperlakukan kaum perempuannya seperti komoditas ekonomi dan telah gagal menciptakan lapangan kerja yang memadai bagi kaum laki-laki di masyarakat agar bisa memelihara keluarga mereka dengan kecukupan.
Dr Nazreen Nawaz The Women’s Representative of the Central Media Office of Hizb-ut Tahrir memberi pernyataan sebagai respon dari fenomena dehumanisasi perempuan di dunia Muslim sebagai berikut :
1. Terlepas dari kecaman pemerintah Indonesia terhadap iklan di Malaysia ini, gagalnya kebijakan ekonomi Indonesia telah mendorong jutaan rakyatnya pada belenggu kemiskinan dan menciptakan pengangguran massal kaum lelaki, dan akhirnya memaksa banyak perempuan mencari pekerjaan ke luar negeri untuk bertahan hidup dan melempangkan jalan bagi eksploitasi ekonomi dan penganiayaan. 1 dari 54 perempuan Indonesia harus bekerja di luar negeri untuk membantu keuangan keluarga, meninggalkan anak-anak mereka, dan menyebabkan mereka harus mengkompromikan peran penting mereka sebagai ibu dan pemelihara generasi masa depan. Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah gagal mengatasi persoalan kemiskinan ekstrim dalam masyarakatnya, memberikan bukti yang tidak terbantahkan sesatnya dasar dan klaim Kapitalisme, bahwa “pertumbuhan ekonomi adalah sarana utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. Alih-alih menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat dan meningkatkan standar hidup mereka, sistem ekonomi Kapitalis yang diadopsi Indonesia dalam realitanya justru memperlebar kesenjangan sosial dan memperburuk tingkat kemiskinan. Sistem kapitalis telah berkali-kali terbukti hanya memusatkan kekayaan pada tangan segentir orang dan memiskinankan rakyat secara massal.
2. Sistem Kapitalis yang diterapkan di Barat, di Indonesia, Malaysia dan dunia Muslim lainnya memandang segala sesuatu hanya sebagai masalah permintaan dan penawaran, dan bagaimana memperoleh keuntungan sebagai tujuan utama masyarakat. Pandangan ini telah mendehumanisasikan baik perempuan maupun laki-laki menjadi tidak lebih dari sekedar komoditas ekonomi yang membawa keuntungan finansial untuk negara mereka – yang bisa digunakan dan dilecehkan sekehendak negaranya- tanpa mempedulikan dampak fisik dan mental yang berbahaya pada individu dan konsekuensi sosial yang merugikan terhadap unit keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Ini adalah ideologi yang secara konsisten menempatkan keuntungan materi di atas kepentingan rakyat, dan masalah keuangan di atas kepentingan keluarga. Selain itu, tingginya remitansi dari tenaga kerja wanita adalah bukan tanda keberhasilan pemerintah melainkan justru tanda kegagalan negara yang tidak mampu menyediakan kesejahteraan bagi perempuan, juga tidak mampu memberantas kemiskinan pada masyarakatnya.
3. Sangat kontras dengan Kapitalisme, Islam tidak memandang perempuan sebagai komoditi ekonomi, melainkan sebagai manusia yang harus dilindungi dan selalu difasilitasi secara finansial oleh kerabat laki-laki mereka ataupun oleh negara sehingga mereka bisa memenuhi peran vital mereka sebagai istri dan ibu, sementara di saat yang sama Islam juga mengijinkan perempuan untuk mencari pekerjaan jika mereka menginginkannya. Namun perempuan harus berada dalam kondisi terbebas dari tekanan ekonomi dan sosial dalam bekerja, sehingga tanggung jawab rumah mereka tidak terganggu. Kaum perempuan juga harus terbebas dari kondisi yang menindas mereka berperan ganda sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga untuk keluarga mereka.
4. Jutaan buruh migran perempuan Indonesia sebagaimana jutaan perempuan lainnya yang juga menghadapi eksploitasi ekonomi di seluruh dunia Islam hari ini, akan memiliki kisah yang sama sekali berbeda di bawah naungan sistem Khilafah yang sangat kredibel dan telah teruji dalam waktu yang lama dalam menangani kemiskinan sekaligus tetap menjaga kehormatan perempuan. Ini adalah negara yang menerapkan sistem ekonomi yang sehat yang menolak model keuangan cacat Kapitalis yang berbasis bunga, melarang penimbunan kekayaan atau privatisasi sumberdaya alam dan melarang asing berinvestasi besar dalam pembangunan infrastruktur, pertanian, industri dan teknologi. Pondasi kebijakannya diarahkan untuk mengupayakan distribusi kekayaan yang efektif dalam menjamin kebutuhan pokok semua warga negaranya, di saat yang sama juga meletakkan produktivitas ekonomi yang sehat untuk mangatasi pengangguran massal dan memungkinkan individu untuk mendapat kemewahan. Hal ini akan memungkinkan kaum laki-laki memenuhi kewajibannya untuk menafkahi keluargnya, sedangkan di saat yang sama negara diwajibkan untuk menafkahi kaum perempuan yatim yang tidak lagi memiliki kerabat laki-laki yang menafkahi mereka.
Kami menyeru anda sekalian wahai perempuan Indonesia, Malaysia dan seluruh dunia Islam untuk mendukung pentingnya kewajiban berjuang demi kembalinya Khilafah yang akan membentuk Khalifah -seorang pemimpin yang tulus, yang akan mengangkat beban ekonomi yang terlampau berat dari punggung-punggung umat Islam dan menempatkannya di atas bahunya yang kuat. Kami menyeru anda sekalian untuk bergabung dalam perjuangan politik mulia ini yang menjanjikan imbalan yang besar dari Allah Swt, Sang Pencipta, dan yang akan mentransformasikan kaum perempuan dari sekedar komoditi ekonomi menjadi manusia bermartabat, terhormat dan terlindungi, dimana di dalam Islam seorang perempuan akan mendapatkan itu semua tanpa berkurang sedikitpun.
((الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ))
“Alif laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”
[TQS. Ibrahim: 1]

  
Dr. Nazreen Nawaz
Hizb-ut Tahrir Central Media Representative
ISLAMPOS.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar