Senin, 08 Oktober 2012

Daar Adh-dhikr School: Sekolahnya Ibu Rumah Tangga

Angin musim dingin membelai lembut wajahku pagi itu. Sweater tebal serta hijab yang menutupi tubuhku tak mampu menghalangi dingin yang merasuk sampai ke pori-pori kulit. Kuayunkan langkahku perlahan memasuki gerbang sekolahku, Daar Adh-Dhikr School, tempat aku mereguk nikmatnya ilmu selama di Riyadh.  Masih terlalu pagi, suasana pun masih sepi. Di pelataran sekolah hanya dua atau tiga siswa yang terlihat dengan aktivitasnya masing-masing.  Selama musim dingin ini aku tak pernah mau berlama-lama menikmati suhu 10 sampai 7 derajat di pelataran sekolah. Setelah melempar salam kepada beberapa siswa yang kutemui, segera aku masuk ke bangunan utama sekolah. Mengucapkan salam menjadi kebiasaan setiap orang di sekolah ini pun di luar lingkungan sekolah. SAM 1573 300x225 Daar Adh dhikr School: Sekolahnya Ibu Rumah Tangga
Aroma parfum segar menyapa hidungku ketika tiba di pintu bangunan utama sekolah (parfum ini hanya dikenakan di gedung sekolah -ed)*. Aku menduga ini pasti parfum mu’allimah (guru) di sini. Guru-guru di sini memang senang berminyak wangi sebelum mengajar. Jadi bukan hal yang mengherankan jika aroma wangi menyeruak ke sudut-sudut ruangan di waktu pagi.  Dugaanku ternyata tak meleset. Selang kemudian aku bertemu Mu’allimah Su’ad dengan penampilannya yang sudah rapi dan wangi. Perempuan Palestina ini adalah pengajarku di kelas Qur’an, Mustawa Saadis (Level Enam). Beliau biasanya datang lebih pagi dibandingkan guru-guru lain. Setelah bertukar senyum dan salam dengannya, aku pun berlalu ke lantai dua menuju ruang  Mustawa Tsaani (Level Dua), kelas bahasa Arabku.

Nursery Service dan Siswi “Gado-gado”

Di Daar Adh-Dhikr, kelas Bahasa Arab dibedakan dengan kelas al Qur’an. Setiap calon thalibah (siswi) akan dites kemampuan baca al Qur’an dan bahasa Arabnya ketika mendaftar. Selanjutnya mereka akan ditempatkan di level yang sesuai dengan kemampuannya. Khusus Bahasa Arab, secara prosedur, calon siswa tetap harus ditempatkan terlebih dahulu di Mustawa Awwal (Level Satu). Jika dia ingin langsung melanjutkan ke Mustawa Berikutnya, dia harus ikut ujian tertulis terlebih dahulu serta lulus dengan nilai minimal delapan puluh.    Seluruh siswi di Daar Adh-Dhikr berkebangsaan non Arab. Mayoritas dari India dan Pakistan, sisanya dari berbagai negara semisal Indonesia, Malaysia, Pilipina, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Nigeria, Somalia, Turki dan Rusia.
Sekolah kaum hawa yang berdiri 20 tahun silam ini memang dikhususkan untuk negara-negara non berbahasa Arab. Jika anda berkunjung ke sekolah ini, di dekat gerbang sekolah ada papan pengenal bertuliskan, Daar Adh-Dhikr School: Department of Da’wah and Islamic Education For Non-Arabic Speaking Women. Perlu diketahui, Daar Adh-Dhikr didirikan oleh Ummu Abdil Aziz, seorang pengajar dari Universitas Islam Imam Bin Su’ud, Riyadh Saudi Arabia.
Sebagian besar siswa di sekolah ini berlatar belakang Ibu Rumah Tangga (IRT). Jadi tidak ada alasan bagi IRT di Riyadh untuk tidak bersekolah. Anda mungkin berpikir, bagaimana dengan anak-anak para IRT tersebut? Untuk anak-anak disediakan nursery service (layanan perawatan) lengkap dengan beberapa pengasuhnya. Nursery service hanya diperuntukkan bagi anak 0 bulan sampai 2 tahun. Biaya untuk layanan ini minimal 300 Riyal per semester.  Adapun anak-anak yang berusia 3 sampai 6 tahun disekolahkan di Taman Kanak-Kanak (TK) Daar Adh-Dhikr yang sekompleks dengan bangunan utama. Di TK ini kelasnya dibagi dari Mustawa Tamhidi sampai Mustawa Tsalits. Setiap kelas diajari oleh satu mu’allimah dengan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya.
Jika nursery service-nya penuh, sang ibu juga terancam tidak bisa belajar di Daar Adh-Dhikr. Kecuali dia mau menitipkan anaknya di penitipan yang ada di luar sekolah. Hal semacam ini dilakukan salah seorang temanku. Alasannya sih bukan karena nursery service-nya penuh. Dia memang ingin memasukkan anaknya di tempat penitipan yang lebih terkurikulum. Kegiatan belajar para siswa diadakan tiga kali sepekan pada hari Ahad, Selasa dan Rabu, mulai jam 8 pagi sampai jam 12 siang. Khusus hari Rabu, kegiatan belajar hanya sampai jam 11 siang. Sedangkan thalibaat (siswi-siswi) yang mengambil kelas sore kegiatan belajarnya dimulai jam 4 sore sampai jam 8 malam pada hari Sabtu, Senin dan Rabu.
SAM 1571 300x225 Daar Adh dhikr School: Sekolahnya Ibu Rumah TanggaSelain pelajaran Bahasa Arab sebagai subyek utama, thalibaat juga mendapat pelajaran aqidah ,fikih, Tafsir, Hadits, dan hapalan Qur’an. Semua pelajaran disampaikan dengan bahasa Arab. Jika punya persoalan dalam pelajaran, siswa hanya diperkenankan bertanya dalam Bahasa Arab. Khusus pelajaran Fikih, beberapa mu’allimaat yang berkemampuan Bahasa Inggris mengizinkan thalibaat bertanya dalam bahasa Inggris, untuk menghindari kesalahpahaman tentang masalah yang ditanyakan. Namun jawabannya tetap disampaikan dalam bahasa Arab.  Sesuai penuturan Mudirah (Direktris) Daar, Mudirah Layla, penguasaan bahasa Arab adalah hal yang paling ditekankan di sekolah ini. “Dengan menguasai Bahasa Arab seseorang bisa memahami kandungan al Qur’an, hadits serta pengetahuan Islam. Sebab kita tahu bahwa referensi-referensi asli agama Islam ditulis dalam Bahasa Arab”.
Ngomong-ngomong, jangan berpikir bahwa aku mewawancarai Kepala Sekolah dengan bahasa Arab ya. Meski sudah menjabati Direktris selama 18 tahun, tak pernah sekalipun aku mendapati beliau menyampaikan informasi di kelas kecuali dengan Bahasa Inggris. Bingung? Intinya beliau tak pernah berbahasa Arab. Hebatnya, putri kembar beliau, Mu’allimah Fadwa dan Hajar, menjadi pengajar Tafsir dan Fikih di sekolah ini khususnya di kelasku Mustawa Tsani.

Guru-guru yang Memesona dan Bersahabat

Daar Adh-Dhikr memiliki lebih dari 20 guru, 1 pegawai Front Office, 1 pegawai perpustakaan dan beberapa pegawai administrasi. Mereka berasal dari negara-negara sekitar Saudi Arabia, seperti Yaman, Palestina, Yordania, Mesir dan India. Hampir semua pengajar Bahasa Arab berkebangsaan Yaman.  Ketika akan mendaftar di Daar Adh-Dhikr, bayanganku tentang guru-gurunya tidak jauh berbeda dengan pengajar bahasa Arabku di Indonesia. Berjilbab rapi dengan penampilan sederhana dan bersahaja. Setelah masuk sekolah, bayanganku ternyata jauh dari kenyataan. Guru-guru di sekolah ini memang tidak berjilbab.  Namun dengan rok panjang—sepertinya ini baju bawahan yang wajib untuk semua guru di sini—dan atasan yang stylish serta make-up natural yang enak dipandang, penampilan mereka tetap terlihat sopan, rapi, dan sangat berwibawa. Para thalibaat sepertinya kalah jauh dari mereka dalam hal gaya dan penampilan.
Secara pribadi aku senang sekali melihat penampilan guru-guru tersebut. Teman-teman di kelasku pun ternyata sama senangnya seperti aku. Kami sangat bersemangat belajar dengan keadaan seperti itu. Apalagi di musim dingin seperti saat ini, guru-guruku bagaikan bunga-bunga cantik nan wangi berwarna-warni dengan kostum musim dingin mereka. Subhanallah.
Namun setelah jam pulang sekolah, ketika di luar gerbang sekolah, sosok-sosok berwarna-warni tersebut langsung lenyap di balik hijab mereka masing-masing. Melihat mereka aku jadi ingat gambaran wanita-wanita Anshar dalam hadits Ummu Salamah setelah perintah hijab turun. “Seakan-akan diatas kepala-kepala mereka itu terdapat gagak karena pakaian (jilbab hitam) yang mereka kenakan.” Ya, aku bahkan susah sekali mengenali mereka sebab guru dan siswa keluar dengan warna pakaian yang sama, hitam.      Aturan berpakaian bagi mu’allimaat dan thalibaat di Daar Adh-Dhikr dibuat sangat tegas sesuai dengan syari’at Islam.
Di lobi sekolah dipasang peraturan beserta gambar-gambar pakaian yang dilarang secara syari’at untuk dipakai baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Misalnya dilarang memakai celana pantalon di dalam sekolah sebagai pakaian luar, baju ketat yang menampakkkan seluruh lekuk tubuh, rok mini, gamis hitam yang perhiasannya sangat mencolok jika dipakai keluar, serta sepatu hak tinggi. Pun dilarang keras mengambil gambar dalam bentuk apapun di sekolah.     Soal perekrutan guru di Daar Adh-Dhikr, Mudirah Layla menjelaskan, “Tidak semua guru bisa diterima di Daar.  Selain dilihat dari latar belakang pendidikan dan tingkat pemahaman agama Islam mereka, faktor paling utama bisa diterima sebagai guru di sini adalah sikap kerja sama yang baik mereka dengan orang-orang asing. Mereka dikarantina selama dua bulan dalam hal pergaulannya dengan para siswa. Sebab tidak semua orang yang berpendidikan bisa berbaur akrab dengan orang-orang dari berbagai bangsa.” Hmm, pantas saja semua guru dan pegawai di sini sikapnya sangat ramah, bersahabat dan murah senyum.

Thabakhul Khair yang Mengenyangkan dan Menyenangkan

Setiap sekolah identik dengan kegiatan ekstra kurikulernya. Tak terkecuali Daar Adh-Dhikr. Sekolah ini punya beberapa kegiatan, seperti musabaqah (lomba) hapalan Qur’an, “Only Arabic” yaitu kegiatan berkomunikasi dalam bahasa Arab selama seminggu di area sekolah dengan siapapun dan kapanpun, serta kegiatan “Thabakhul Khair” yang digelar setiap Selasa dan Rabu.  Kegiatan yang disebutkan terakhir adalah bazar makanan yang diadakan para siswa di samping bazar pakaian dan pernak pernik lainnya yang bertujuan menggalang dana untuk sekolah. Selama empat bulan masa belajar, setiap kelas mendapat sekali giliran menjual berbagai makanan yang dibawa dari rumah masing-masing. Pembelinya pun dari kalangan sekolah sendiri. Semua hasil penjualan disumbangkan untuk sekolah.
Ketika giliran kelasku aku tentu saja bawa yang praktis dan tidak merepotkan. Ya, donat dan muffin yang aku beli di toko terdekat rumahku.  Hahay, praktis sekali.  Satu lagi, di Thabakhul Khair inilah kesempatan terbaikku untuk bergastronomi yaitu kegiatan mengenal budaya sebuah bangsa dari cita rasa kulinernya (sumber, wikipedia.org). Makanan yang dijual ketika Thabakhul Khair biasanya makanan khas dari berbagai negara, seperti nasi Biryani India, Salad Mesir yang sangat khas rasa limaunya, Halawiyaat (manisan) Arab yang manisnya sangat menggigit, juga Sambousa yaitu gorengan dengan filling daging bercita rasa jinten dibalut dengan sejenis kulit lumpia, pizza gurih dengan topping irisan buah zaitun, serta pastel Indonesia yang aku sendiri tak pernah mencicipinya karena sudah diborong duluan. Untung aja sudah sering makan pastel di Indonesia.      Tentu saja yang selalu teringat adalah American chocolate cookies buatan Basma’—teman bule sekelas di Mustawa Tsani—yang menjadi incaran warga sekelas dan paling cepat laku saking enaknya. Catatan resepnya sampai beredar di kelas lho. Maklum, warga sekelas  kan ibu-ibu semua. Hehe…
Semua makanan di atas dijual dengan harga yang sangat terjangkau berkisar 1 sampai 6 Riyal. Cukup mengenyangkan dan menyenangkan karena dengan membeli makanan tersebut kita bisa sekaligus berinfak untuk sekolah.   “Thabakhul Khair adalah salah satu cara sekolah untuk menggalang dana. Secara finansial, Daar tidak mendapat bantuan dari Pemerintah Kerajaan. Dana sekolah bersumber dari siswa, partner sekolah, dan para donatur umum lainnya,” tutur Mudirah Layla menambahkan.  Aku pikir, cukupkah dana-dana itu menghidupi sekolah? Sebab biaya hidup di Riyadh termasuk cukup tinggi. Sekolah pun punya dua atau tiga bis—ini termasuk fasiltas sekolah yang berbayar untuk para siswa yang ingin menggunakannya—yang butuh biaya perawatan yang pasti tidak sedikit. Sementara menurut penuturan beberapa thalibaat, biaya sekolah kami yang 250 Riyal per semester itu terhitung sangat murah bagi ukuran sekolah non formal di Riyadh.
Akhirnya aku sadar aku bukan di Indonesia. Aku sekarang di Saudi Arabia, negara kaya yang selama musim dingin saja tidak tanggung-tanggung mau mendatangkan bunga berwarna-warni yang mungkin berharga mahal, berikut membiayai tukang-tukang tamannya hanya untuk menyulap Kota Riyadh menjadi kota cantik di musim dingin. Meski kemudian semua bunga itu mati mengering menjelang musim panas.      Benar, aku sekarang hidup di negara makmur yang pemerintahnya saja tidak kesulitan menggaji para penuntut ilmu seperti suamiku dan rekan-rekannya yang belajar di kota ini atau di kota-kota lain di daratan Saudi Arabia. “Ah, para donatur sekolahku pasti orang-orang kaya,” simpulku kemudian.

Empat Bulan Hapal 5-7 Juz Al Qur’an

Sekolahku tidak saja untuk belajar Bahasa Arab dan Islam. Program khusus tahfidz Qur’an selama dua tahun juga dibuka di sini. Biaya untuk program ini sekitar 400 Riyal per semester. Hampir dua kali lipat biaya program Bahasa Arab. Beberapa teman Indonesia sudah bergabung di program tersebut. Selama satu semester target hapalan Qur’an mereka minimal lima juz. Teman-temanku itu bahkan sudah sampai tujuh juz. Setiap Ahad dan Selasa mereka harus menyetor empat halaman Qur’an.      Siswi yang ikut program ini sama sekali tidak mendapatkan pelajaran Bahasa Arab. Aktivitas mereka hanya menghapal, menghapal, dan menghapal. Di setiap akhir semester, sekolah selalu mengadakan acara minyimak hasil hapalan thalibaat Program Tahfidz, yang di gelar di aula utama dan dihadiri seluruh warga sekolah. Acaranya juga diisi dengan penyampaian kesan-kesan para siswa selama belajar di Daar Adh-Dhikr.

Selamat Tinggal Mustawa Tsani

Selasa, 2 Safar 1433 Hijriah, adalah hari terakhir bagi  thalibaat Mustawa Tsani di sekolah karena semua ujian akhir pelajaran sudah selesai kami ikuti. Haflah (pesta) kecil pun digelar di kelas. Kami membawa makanan dari rumah sebagaimana yang telah direncanakan. Ini adalah haflah perpisahan untuk sebagian teman-temanku yang tidak akan melanjutkan belajarnya di Daar. Mu’allimaat pun tak lupa kami undang.  Beberapa siswa mewakili seluruh kelas memberikan bunga mawar kepada guru-guru kami sebagai hadiah. Setiap lisan mu’allimaat berdoa untuk semua thalibaat, “Jazakunnallahu khair yaa akhawaat,” “Allah yubaarik fikunn jami’a,” “Nas-alullaha an yajma’anaa jami’an fil jannatil a’laa.” Masya Allah, rasa bahagia terpancar jelas di setiap wajah saat itu.         Seselesainya haflah masih dengan rasa bahagia dan wajah berseri aku menuju meja kerja Jamilah, pegawai Front Office sekolah yang berkebangsaan Pilipina. “Assalamu’alaikum Jamilah. I want to register for the next level of Arabic class…”
Ummul Hamam, Riyadh, 13 Safar 1433 H.*
Semoga menginspirasi pemerhati pendidikan Ibu Rumah Tangga
***
*

أيما امرأة استعطرت ثمّ خرجت، فمرت على قوم ليجدوا ريحها فهي زانية، وكل عين زانية

“Wanita mana saja yang berwangi-wangian lalu keluar, dan melewati satu kaum sehingga mereka mencium baunya, maka wanita itu penzina,dan setiap mata berbuat zina.”
(HR.Nasaai, kitab Az-zinah bab: maa yukrahu linnisaa min at-thiib, Abu Dawud kitab:At-Tarajjul, bab :ma jaa fil mar’ah tatathyyabu lilkhuruj, Tirmidzi kitab: Al-Adab an rasulillah Shallallahu alaihi wasallam bab: ma jaa fii karahiyati khuruujil mar’ah muta’aththirah, Al-Hakim (2/396), Ahmad (4/400), dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu. Dinilai hasan Al-Albani dalam jilbab al-mar’atil muslimah (137))
UmmiUmmi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar