Berbicara
mengenai pendidikan di negeri ini memang tidak akan pernah ada habisnya. Di
dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian
pendidikan; Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya. Sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sejak
ditetapkannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang
menggantikan kurikulum sebelumnya yaitu KBK, pelaksanaannya belum memberikan
hasil optimal sesuai yang diharapkan pemerintah.
Dengan
munculnya KTSP yang konon katanya kurikulum tersebut dapat mempermudah para
guru dalam menentukan tujuan akhir dari pembelajaran tersebut dan dapat
digunakan atau dilaksanakan dimana saja, baik itu di kota maupun di
daerah-daerah terpencil.
Dalam harian kompas Sabtu, 5 Mei 2012, dunia pendidikan Indonesia dinilai telah kehilangan arah.
Dalam harian kompas Sabtu, 5 Mei 2012, dunia pendidikan Indonesia dinilai telah kehilangan arah.
Saat ini,
pendidikan hanya dimaknai sebagai teknik manajerial persekolahan yang hanya
menitikberatkan pada kemampuan kognitif dan meminggirkan pendidikan karakter
bangsa. Pendidikan semacam itu dinilai hanya akan menghasilkan manusia yang
individual, serakah, dan tidak memiliki rasa percaya diri.
Karena
itulah, sejumlah pakar menilai pendidikan Indonesia perlu dikembalikan pada
filosofi pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara, yaitu pendidikan yang
bersifat nasionalistik, naturalistik, dan spiritualistik. Berangkat dari
kondisi tersebut, sedikitnya 26 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di
Yogyakarta akan menggelar Kongres Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan 2012.
“Pendidikan
itu seharusnya memanusiakan manusia. Kalau sistem pendidikan kita bisa
konsisten menerapkan pendidikan yang nasionalistik, naturalistik, dan
piritualistik, yang holistik dan tidak sepotong-sepotong pasti akan
menghasilkan manusia Indonesia yang berkarakter,” kata Kunjana, di Balai Senat
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Di tempat
yang sama, Prof Sutaryo selaku ketua panitia pengarah mengatakan bahwa kongres
ini bermula dari keprihatinan para pendidik di Yogyakarta, yang melihat bahwa
dunia pendidikan di Indonesia telah kehilangan arah. “Konsep pendidikan yang
digagas Ki Hadjar Dewantara saat ini telah mengalami kebekuan. Yang berkembang
justru pendidikan dengan konsep dari Barat yang menjadikan manusia individualis
dan serakah, yang tentunya tidak sesuai dengan bangasa kita,” kata Prof Sutaryo.
Pendidikan
sekarang ini hanya dimanfaatkan oknum-oknum yang hanya ingin mencari kekuasaan.
Bahkan pendidikan dicampur adukan dengan dunia politik. Hal ini tidak wajar
karena sudah melenceng jauh dari cita-cita awal pendidikan bangsa ini. Yaitu,
mencerdaskan kehidupan bangsa bukan malah menyengsarakan dan membodohi rakyat.
Pendidikan
menjadi lahan subur bagi mereka yang tidak punya hati nurani hanya untuk
memperkaya diri mereka sendiri tanpa belas kasihan melihat anak-anak terlantar,
anak-anak jalanan, pengamen yang harusnya memiliki hak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak bukan di usia yang masih belia dan produktif ini harus
mencari uang hanya untuk sesuap nasi. Padahal, dalam benak mereka pasti
memiliki keinginan yang besar untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak.
Pendidikan
bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan pihak-pihak sekolah saja. Pendidikan
juga merupakan tanggung jawab orang tua . Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 7 menyatakan (1)
Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh
informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. (2) Orang tua dari
anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada
anaknya.
Berdasarkan
undang-undang tersebut jelas bahwa orang tua bukan hanya mendaftarkan anak ke
sekolah dan kemudian tunggu tiga tahun berikutnya diambil kembali untuk memetik
hasilnya. Tetapi, orang tua diharapkan ikut serta berperan dalam memperhatikan
perkembangan anak dalam pendidikan.
Perkembangan
pendidikan anak tentu harus dibarengi dengan pemeliharaan dan perhatian yang
cukup di segala hal agar hasil yang diharapkan benar-benar dapat bermutu dan
diterima dipasaran tenaga kerja. Pemeliharaan ini tentu memerlukan biaya tidak
dapat diperoleh dengan hanya mengharapkan bantuan.
Mutu
pendidikan ditentukan empat hal penting. 1) input, 2) proses, 3) out put dan 4)
out come. Dari keempat 4 hal tersebut di atas faktor input dan out put
merupakan faktor yang sangat penting karena menyangkut keberadaan anak didik
itu sendiri.
Lembaga atau
pemerintah dapat saja menentukan tingkat kelulusan minimal siswa 5,0 atau lebih
tinggi lagi. Dengan berbagai strategi dan upaya sekolah mempersiapkan diri
untuk mencapai target tersebut, misalnya dengan menambah jam belajar untuk
pelaksanaan les, menyediakan bimbingan khusus untuk memacu agar peserta didik
dapat berhasil dengan baik. Program-program tersebut hanya sebagian kecil saja
untuk mencapai mutu pendidikan yang baik.
Mutu yang
baik ditentukan oleh peserta didik itu sendiri. Program-program yang tersusun
dengan baik, sementara peserta didik enggan untuk mengikutinya , perhatian
orang tua di rumah tidak ada maka mustahil mutu yang diharapkan dan target yang
hendak dicapai dapat terwujud. Kurikulum Baru Solusikah ?
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh menyampaikan, kurikulum
pendidikan nasional yang baru akan selesai digodok pada Februari 2013.
Kurikulum baru itu rencananya segera diterapkan setelah melewati uji publik
beberapa bulan sebelumnya.
“Pembahasannya
masih berlangsung, nanti akan diuji publik, dan Februari 2013 semuanya akan
rampung,” kata Nuh, Ia menjelaskan, kurikulum pendidikan yang baru akan
menyentuh semua jenjang pendidikan. Dari pendidikan dasar, sampai ke pendidikan
tinggi. Kurikulum baru itu, tambah Nuh, merupakan hasil dari evaluasi pada
seluruh mata pelajaran.
Wakil
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Pendidikan, Musliar
Kasim mengungkapkan, ada tiga unsur penting yang akan direvisi, yaitu terkait
Attitude (sikap), Skill(keahlian), dan Knowledge (pengetahuan), yang kemudian
disebut dengan kurikulum ASK.Sedangkan menurut Chairil Anwar Notodiputro
(Kemdikbud) mengatakan, evaluasi terhadap kurikulum pendidikan nasional hampir
selesai dilakukan.
Saat ini,
evaluasi itu melahirkan draf naskah kerangka dasar kurikulum pendidikan
nasional.”Evaluasi sudah kami lakukan. sekarang kita sudah punya draf untuk
naskah kerangka dasar dari kurikulum itu,” kata Chairil.
Kompas.com,(28/8/2012). Ia menjelaskan, draf naskah kerangka dasar kurikulum
itu menitikberatkan pada empat mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia,
Pendidikan Pancasila, Matematika dan Pendidikan Agama.
Alasan
memilih empat mata pelajaran itu adalah karena tim evaluasi Kemdikbud menilai,
empat mata pelajaran tersebut mampu menjadi perekat bangsa. “Alasannya karena
empat pelajaran itu kami nilai universal dan bisa menjadi perekat bangsa,”
ujarnya.
Evaluasi
terhadap kurikulum pendidikan nasional dilakukan Kemdikbud karena kuatnya
desakan dari sejumlah pihak. Secara umum, kurikulum pendidikan nasional yang
berlaku saat ini dinilai kurang memberikan efek besar bagi peserta didik.
Khususnya, pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Pancasila dalam hal pembentukan karakter dan nasionalisme peserta
didik.
Oleh: Aripianto, Pekanbaru
Mahasiswa PKn, FKIP, Universitas Riau
Mahasiswa PKn, FKIP, Universitas Riau
copas:fimadani.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar