Dalam
setiap suasana lebaran, pesta, acara keluarga dlsb, makanan menjadi
urusan besar keluarga-keluarga di Indonesia. Setelah sebulan penuh
belajar menahan lapar melalui bulan puasa misalnya, lebaran sering
menjadi semacam arena balas dendam. Aneka makanan yang tidak biasanya
ada-pun tiba-tiba muncul di meja-meja makan kita. Maka dalam suasana
gembira dalam musim lalu, saya secara khusus mengangkat tema makanan
ini – bukan dalam konteks lebaran, tetapi dalam konteks yang lebih
strategis. Konteksnya adalah merespon perintah Allah dalam Al-Qur’an
untuk ‘memperhatikan makanannya’ yang saya gunakan untuk judul tulisan
ini (QS 80 : 24), merespon perintah memberi makan yang ada di sejumlah surat, dan juga dalam konteks agar kita takut untuk meninggakan generasi yang lemah.
Lantas
bagaimana bentuk respon yang paling tepat untuk perintah dan peringatan
tersebut ?. Karena Al-Qur’an bukan hanya sebagai petunjuk, tetapi juga
penjelasan-penjelasannya atas petunjuk tersebut (QS 2:185) – maka bentuk
respon ini juga telah diberikan tuntunannya oleh Allah dalam kitabNya
dengan sangat jelas.
Seorang ilmuwan Muslim Mesir Prof. DR. Zagloul Al Najjar - Fellow of Islamic Academy of Science –
yang menulis lebih dari 150 mukjizat Al-Qur’an dan Implikasinya pada
ilmu pengetahuan, menjelaskan dengan detil rantai makanan yang
diungkapkan oleh Allah dalam serangkaian ayat di surat ‘Abasa mulai dari
ayat 24 tersebut diatas sampai ayat 32.
Ketika professor ini membahas ayat 28 “wa ‘inaban wa qadhban” misalnya – yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan “dan anggur dan sayur-sayuran” - dalam bahasa Inggris diterjemahkan “and grapes and nutritious plants” – beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nutritious plants adalah tanaman alfalfa – yang memang sangat kaya dengan gizi.
Yang
patut menjadi pertanyaan kita adalah, bagaimana mungkin tanaman yang
dimaksud di dalam Al-Qur’an ini bisa menjadi kekuatan industri pertanian
yang luar biasa justru di negeri seperti Amerika ?. Bagaimana ceritanya
negeri tersebut bisa menjadikan alfalfa sebagai sumber kekuatan ekonomi
pertanian ketiga di negerinya setelah jagung dan gandum ?. Dari mana
Amerika mengenal tanaman ini atau bahkan menemukan nama alfalfa ?.
Kita
tahu dari sejarah bahwa Columbus mendarat di benua Amerika pada akhir
abad 15 (1492) bersamaan dengan berakhirnya 7 abad kekuasaan Islam di
Spanyol (711-1492). Kolonial Spanyol atas benua Amerika inilah yang
membawa alfafa tumbuh subur di benua ini hingga sekarang. Karena lamanya
peradaban Islam tumbuh di Spanyol, banyak sekali nama atau kata spanyol
yang berasal dari bahasa arab – salah satunya ya alfalfa ini. Jadi
benua Amerika ‘mewarisi’ tanaman yang kaya akan protein ini dari
Spanyol, sedangkan Spanyol sendiri memperolehnya dari peradaban Islam yang sempat berkembang 7 abad di negeri itu.
Ironinya
adalah Amerika kini menjadi produsen alfalfa terbesar di dunia,
sedangkan di dunia Islam sendiri tanaman alfalfa ini nyaris tidak pernah
terdengar karena tidak menjadi perhatian untuk di produksi.
Padahal
produksi tanaman pakan ternak akan terkait langsung dengan maju
tidaknya industri peternakan itu sendiri. Tidak heran bila sebagai
produsen alfalfa terbesar di dunia – Amerika juga menjadi penghasil
daging yang sangat besar, nomor dua setelah China. Namun karena produksi
daging China lebih banyak untuk konsumsi dalam negeri – Ekspor daging
Amerika jauh lebih tinggi ketimbang China.
Bila
hari-hari ini Anda makan steak di restoran atau hotel di seluruh
Indonesia, pasti tidak sulit bagi Anda untuk minta US sirloin steak atau
US tenderloin steak. Ini semua tidak terlepas dari dari budidaya
alfalfa yang berhasil di negeri itu.
Lantas
mengapa kita yang diberi Al-Qur’an, membacanya dari kecil dan bahkan
surat ‘Abasa – dimana petunjuk detil tentang rantai makanan ini berada ,
salah satu dari surat pendek yang banyak dihafal - kok malah sama
sekali tidak maju dalam penguasaan industri pertanian/peternakannya ?.
Pasti ini karena kita tidak menghayati perintah untuk “memperhatikan
makanannya” tersebut diatas – apalagi mengamalkannya yang jauh panggang
dari api !.
Maka
bersamaan dengan banyaknya makanan di meja makan kita pada suasana
lebaran ini, mari kita perhatikan satu persatu makanan tersebut,
kemudian kita pikirkan secara mendalam dari mana makanan tersebut
berasal ?. Lebih jauh lagi, ayo mulai kita pikirkan juga bagaimana agar
semaksimal mungkin bangsa ini mampu memproduksi bahan baku untuk
makanan-makanan ini secara cukup untuk sekarang maupun nanti untuk generasi-generasi keturunan kita – agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah di belakang kita !.
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya, Kamilah yang mencurahkan air yang melimpah (dari langit), kemudian kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu disana kami tumbuhkan biji-bijian, dan anggur dan ‘sayur-sayuran’ *, dan
zaitun dan pohon kurma, dan kebun-kebun yang rindang, dan buah-buahan
serta rerumputan, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu”. (QS ‘Abasa : 24-32).
Note: *Terjemahan yang seharunya adalah 'tanaman yang penuh gizi ' yaitu alfalfa menurut Prof Zagloul Al Najjar
copas:alfaafa.com
copas:alfaafa.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar