Sebagaimana
yang disampaikan oleh Prof Dr Azumardi Azra dalam kesaksian yang
diberikan pada acara tasyakuran gelar pahlawan nasional Buya HAMKA,
bahwa Buya HAMKA adalah pahlawan nasional yang penuh dengan integritas.
Prof Dr HAMKA agaknya bagi sebagian
kalangan kurang begitu dikenal sebagai pejuang. Buya HAMKA lebih dikenal
sebagai satrawan dan ulama; bukan sebagai pejuang bangsa. Akibatnya
Buya HAMKA terlambat menerima gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah
RI. Baru menjelang Hari Pahlawan 10 Nopember 2011 akhirnya Buya HAMKA
mendapatkan penghargaan yang long overdue tersebut.
Meski demikian, rasa syukur patut
diungkapkan dengan penghargaan negara atas jasa-jasa Buya HAMKA yang
begitu lengkap dan kompleks dalam kehidupan umat/bangsa Indonesia.
HAMKA yang sejak selesai bertugas
sebagai Konsul Muhammadiyah di Makasar pindah ke Medan (1936) juga aktif
dalam perjuangan melawan Belanda. Karena kegiatannya melawan Belanda
inilah HAMKA akhirnya merasa harus pindah ke Sumatera Barat pada 1945.
Kiprah HAMKA dalam perjuangan nasional
sepanjang 1945- 1949 kian meningkat berbarengan dengan terjadinya perang
revolusi menentang kembalinya Belanda. Pada tahun 1947 HAMKA diangkat
menjadi ketua Barisan Perthanan Nasional dengan anggota Chatib Sulaeman,
Udin, Rangkayo Rasuna Said dan Karim Halim. Selain itu HAMKA juga
diangkat oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai sekretaris Front
Pertahanan Nasional. Demikian sekelumit sejarah keterlibatan Buya HAMKA
dalam kancah kepahlawanan Nasional sering terlewatkan tertutup oleh
kemashuran beliau sebagai tokoh agama dan sastrawan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar