Senin, 15 Oktober 2012

Sampai Kapan Kita Harus Impor Susu?



Oleh :
Wayan Supadno | 0811763161
(wayansupadno@yahoo.com)
pak-wayanRasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada almamater saya SD Katolik St. Agustinus Desa Curah Jati Banyuwangi, Karenanya telah mematri memori dalam ingatan saya 8 tahun wajib minum susu setiap Senin dan Kamis, antri panjang ada yang awalnya muntah-muntah ada yang tidak mau walau dengan konsekuensi harus menyapu kelas dan kamar mandi, tapi pada akhirnya semua menjadi ketergantungan terlebih selalu didoktrin pentingnya mengkonsumsi susu karena minuman paling sempurna bahkan tertulis di dalam setiap kitab suci.
Mungkin sudah menjadi reflek ingatan bagi putra-putri kita jika ditanya suruh menyebutkan makanan empat sehat lima sempurna adalah susu. Susu sangat dibutuhkan oleh semua anak bangsa  tanpa terkecuali, anak bangsa adalah masa depan bangsa ini, berarti susu merupakan salah satu kunci pembuka pintu indahnya menatap masa mendatang bangsa ini. Bangsa ini milik kita tapi juga milik anak cucu kita.
Jika kita ingin mendapat sebutan orang tua yang dewasa oleh anak-anak kita yang selalu diajari tentang susu pasti sesegera mungkin memikirkan secara serius, fokus dan total tentang solusi untuk susu, asupan susu per kapita di negri kita masih tergolong rendah, 70% lebih dari total kebutuhan susu kita masih impor, 85% lebih populasi sapi perah penghasil susu ada di Pulau Jawa. Data yang belum 100% benar tapi sudah mendekati masalah besar dan serius.
Kita memiliki dokter hewan sa­ngat banyak, sarjana peternakan sangat ba­nyak, pengangguran sangat banyak, lahan tidur yang bisa untuk rumput pakan yang sangat banyak dana sektor peternakan di bank sangat banyak dan pangsa pasar susu di bumi ini juga sa­ngat banyak. Semua serba sangat banyak, terlebih setelah ditemukan bahwa susu sangat efektif untuk pembentukan tulang dibandingkan calsium carbonat sekalipun hasil riset di Amerika, maka kata pakar ekonomi di Amerika permintaan susu akan melambung tinggi.
sapi-perah-011Tinggal data semua sangat banyak tadi dikemas agar lebih marketable bagi investor, mulai dari investor pemegang devisa TKI yang jumlah totalnya Rp 75 triliun / tahun sampai dana luar negeri tanpa batas.
Jumlah investasi sapi perah indeks per ekor sangat relatif tergantung jenis sapi dan kualitas kandang, tapi secara umum Rp 15 juta sampai dengan  Rp 30 juta per ekor termasuk kandang, dampak bagi tenaga kerja yang terserap mulai hulu sampai hilir per ekor menyerap minimal 4 orang semua pekerja kategori sangat mulia di mata Tuhan dan sesama.
Jika saja kita memiliki 10 juta ekor sapi perah maka kita tidak hanya swasembada susu tapi eksportir susu tentu mengantongi devisa banyak, 40 juta tenaga kerja terserap, 300.000 ton pupuk organik per hari didapat dan yang lebih penting lagi bangsa ini bisa kita wariskan kepada generasi  yang cukup gizi karena terbiasa mengkonsumsi susu, niscaya akan le­bih bijak mengelola negeri agraris ini.
Pertanyaan klasik yang selalu timbul, dananya dari mana?
Jawabnya sederhana saja, semua elemen masyarakat yang cinta masa depan negeri ini sadar untuk bersatu padu .
  • Bukankah kertas terbakar hanya karena sinar matahari yang difokuskan lalu menimbulkan energi panas?
  • Bukankah sapu lebih bermanfaat karena bersatu padunya para lidi yang terikat dengan sistematis?
  • Bukankah sikap pesimis tugas yang ringan jadi berat dan karena sikap optimis tugas yang berat jadi ringan?
Contohnya :
1. Pemerintah menyisihkan cukai rokok yang bisa digunakan untuk sapi perah atau iklan edukasi ke masyarakat agar investasi ke sapi perah.
2. Pemda menargetkan populasi sapi dengan program ekonomi kerakyatan seperti Pemda Riau.
3. Perusahaan pengirim TKI memberi pembekalan agar gajinya untuk investasi sapi.
Proses keberhasilan meniru yang sudah berhasil
  • Jika saja semua TKI dimotivasi gajinya ditabung lalu diinvestasikan ke sapi seperti TKI di Boyolali dan Curah Jati Banyuwangi.
  • Jika saja semua ikatan dokter spesialis atau TNI sisa pendapatannya dipersatukan membentuk kelompok ternak sapi seperti di Medan (Kol.(Purn) Dr. Abrar Daniel Sp.M Hp. 0811641947).
  • Jika saja semua profesional di perusahaan asing, BUMN, dan karyawan lainnya setiap ada dana invest di sapi seperti di Irian Jaya (Bapak Sigit Hp. 08123385857).
  • Jika saja semua Bupati mentargetkan swasembada susu dan daging seperti Bupati Langkat Sumut, Bupati Kampar Riau dan Bupati Boyolali.
  • Jika saja semua pengembang perumahan dan perbankan memberi kredit meniru konsep Kelompok Tani Sapi Ternak Pondok Ranggon Jakarta Timur.
  • Jika saja semua Gubernur meniru kesuksesan Gubernur Riau dengan program K2I (Kebodohan, Kemiskinan, dan Infrastruktur) membagikan 1.500 ekor per tahun sapi bunting ke para petaninya.
  • Jika saja semua televisi komit tidak mempertontonkan kejahatan saja tapi justru mempertontonkan kebajikan terlebih contoh-contoh kesuksesan rakyat agraris di negeri agraris ini.
  • Jika saja semua perusahaan besar sadar pentingnya menjalin kemesraan de­ngan masyarakat sekitar dengan tersistem dan berkelanjutan menjalankan program sosial pengembangan masyarakat sekitar dengan membagikan sapi ke masyarakat, dana sedikit saja dari keuntungan besar yang telah didapat seperti telah dilakukan PT. IKPP dan PT. RAPP di Riau.
  • Jika saja para pengusaha industri rokok mengawali investasi di industri pe­ngolahan susu maupun berinti plasma dengan para peternak sapi dan setiap iklan juga diselipkan edukasi investasi sektor susu.
  • Jika saja pemerintah pusat memberi keteladanan memacu percepatan swasembada susu dan iklan-iklan edukasi motivasi investasi ke sapi.
Niscaya dengan cinta yang pekat terhadap cita-cita 10 juta ekor sapi perah akan terwujud di negeri ini, Tuhan Maha Adil.
Dengan cinta semua jadi indah? De­ngan cinta hantupun dicari (Film Ghost),  dengan cinta tak kenal arti harta (Film Titanic), dengan cinta tak kenal martabat (Film Pretty Woman), dengan cinta pahlawan rela mengorbankan jiwa raganya, dengan cinta sang Ibu bisa menangis sedih karena si bayi tidak mau minum susu. Niscaya dengan cinta pertanian maka negeri agraris ini benar-benar jadi agraris. Untaian kata yang mudah dikatakan, indah didengarkan tapi tidak mudahnya untuk kita pertanggung jawabkan.
Semoga berarti bagi negeri ini. (**)bangkittani.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar