“Pengalaman adalah guru terbaik”,
serangkai kata petuah kuno yang tak pernah lekang dan justru semakin
terbukti bijak, tentu agar kita tetap rendah hati tapi berisi. Berupaya
untuk tetap bisa adaptasi dengan perubahan dengan segala kondisi
terkini, sehingga tetap dinamis yang pada akhirnya siap untuk
berkompetisi demi mengisi negeri ini.
Dua
puluh lima tahun yang silam, waktu yang sungguh lama tapi hingga kini
masih terasa di kelopak mataku suasana saat itu, kata-kata motivasi sang
senior masih mendenging di telingaku dan tetap terpatri di hatiku yaitu
situasi masa ospek di SMAN I Singaraja Bali. Kala itu pihak sekolah
mengundang beberapa mantan siswa yang sukses di berbagai bidang dan di
berbagai negara, diundang untuk bicara apa adanya di depan adik-adiknya
yaitu segenap siswa, kisah perjalanan menuju sukses dan nikmatnya jadi
orang sukses. Sejak itu tertanam dalam diriku benih tumbuh subur hingga
sekarang ingin jadi orang sukses berguna bagi sesama.
Lima
belas tahun yang lalu, saya diminta oleh ketua HKTI (Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia) Pematang Siantar Sumut untuk memberi
pembekalan kepada peserta anggota HKTI tentang etos kerja
dan membangun nyali untuk mandiri, kebetulan pesertanya berlatar
belakang pendidikan SPMA yang sedang mencari jati dirinya sendiri, masa
tumbuh dengan penuh semangat. Setelah saya buat quisoner dengan amplop tertutup di akhir acara ternyata 95% mereka sangat membutuhkan acara-acara semacam itu. Acara proses penularan menjadi pelaku agribisnis.
Enam
tahun silam, saya juga pernah diminta untuk menjadi pembicara publik /
mentor tentang mengawali bisnis dari titik nol, kiat melatih diri
berintuisi dan menangkap peluang bisnis di Enterprenur University
yang pesertanya para karyawan berlatarbelakang pendidikan S1 dan S2,
pesertanya di luar dugaan saya sungguh sangat luar biasa banyaknya
kesimpulan hikmah yang saya dapatkan bahwa peserta sangat antusias, mau
mengorbankan uang banyak, untuk acara tersebut, untuk acara yang belum
didapatkan di masa pendidikan formal sebelumnya, mereka haus akan hal
itu.
Berangkat
dari pengalaman–pengalaman tersebut dapat kita hipotesakan bahwa
generasi muda kita secara umum banyak yang bermimpi jadi pengusaha di
negeri yang miskin jumlah proporsi pengusahanya ini, tetapi kaya akan
jumlah proporsi penganggurannya sehingga mutlak untuk secepatnya
melahirkan pengusaha sebanyak-banyaknya khususnya di sektor pertanian, karena negeri ini komunitas mayoritas adalah pertanian.
Dengan
dasar niat baik, tidak bermaksud menggurui terlebih intervensi justru
bermaksud memberi masukan karena merasa memiliki dan mencintai dunia
pertanian seutuhnya maka disarankan porsi proses penularan dari para
pengusaha sukses atau pelaku agribisnis yang mapan kepada mahasiswa
pertanian perlu ditambah jam dan frekuensi pertemuannya. Tanpa melihat
pengajar tersebut setinggi apa tingkat strata pendidikan formalnya,
otodidak sekalipun tidak masalah, yang terpenting telah membuktikan
mampu berbuat.
Tidak
menutup kemungkinan hal-hal aplikatif lapangan yang tidak didapat di
buku kuliah akan didapat dari para pengusaha tersebut, yang diharapkan
akan terbentuk karakter baru yaitu tingginya kepekaan naluri bisnis dan
besarnya nyali untuk mengawali jadi pengusaha di sektor pertanian, yang
pada akhirnya akan menjadi pengusaha sukses, ke depan bisa menjadi daya
tarik tersendiri bagi generasi muda untuk ikut bermain di dunia
pertanian karena ada figur teladannya.
Mungkin, akan lebih bijaksana jika banyak melahirkan pengusaha yang bisa menampung pengangguran.(**)bangkittani.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar