Senin, 15 Oktober 2012

Sebutir Pemikiran untuk Para Pemikir


pak-wayan“Pengalaman adalah guru terbaik”,
serangkai kata petuah kuno yang tak pernah lekang dan justru semakin terbukti bijak, tentu agar kita tetap rendah hati tapi berisi. Berupaya untuk tetap bisa adaptasi dengan perubahan dengan se­gala kondisi terkini, sehingga tetap dinamis yang pada akhirnya siap untuk berkompetisi demi mengisi negeri ini.
Dua puluh lima tahun yang silam, waktu yang sungguh lama tapi hingga kini masih terasa di kelopak mataku suasana saat itu, kata-kata motivasi sang senior masih mendenging di telingaku dan tetap terpatri di hatiku yaitu situasi masa ospek di SMAN I Singaraja Bali. Kala itu pihak sekolah mengundang beberapa mantan siswa yang sukses di berbagai bidang dan di berbagai negara, diundang untuk bicara apa adanya di depan adik-adiknya yaitu segenap siswa, kisah perjalanan menuju sukses dan nikmatnya jadi orang sukses. Sejak itu tertanam dalam diriku benih tumbuh subur hingga sekarang ingin jadi orang sukses berguna bagi sesama.
Lima belas tahun yang lalu, saya di­minta oleh ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Pematang Siantar Sumut untuk memberi pembekalan kepada peserta anggota HKTI tentang etos kerja dan membangun nyali untuk mandiri, kebetulan pesertanya berlatar belakang pendidikan SPMA yang sedang mencari jati dirinya sendiri, masa tumbuh dengan penuh semangat. Setelah saya buat quisoner dengan amplop tertutup di akhir acara ternyata 95% mereka sangat membutuhkan acara-acara semacam itu. Acara proses penularan menjadi pelaku agribisnis.
Enam tahun silam, saya juga pernah diminta untuk menjadi pembicara publik / mentor tentang mengawali bisnis dari titik nol, kiat melatih diri berintuisi dan menangkap peluang bisnis di Enterprenur University yang pesertanya para karyawan berlatarbelakang pendidikan S1 dan S2, pesertanya di luar dugaan saya sungguh sangat luar biasa banyaknya kesimpulan hikmah yang saya dapatkan bahwa peserta sangat antusias, mau mengorbankan uang ba­nyak, untuk acara tersebut, untuk acara yang belum didapatkan di masa pendidikan formal sebelumnya, mereka haus akan hal itu.
Berangkat dari pengalaman–pe­ngalaman tersebut dapat kita hipotesakan bahwa generasi muda kita secara umum banyak yang bermimpi jadi pengusaha di negeri yang miskin jumlah proporsi pe­ngusahanya ini, tetapi kaya akan jumlah proporsi penganggurannya sehingga mutlak untuk secepatnya melahirkan pengusaha sebanyak-banyaknya khususnya di sektor pertanian, karena negeri ini komunitas mayoritas adalah pertanian.
Dengan dasar niat baik, tidak bermaksud menggurui terlebih intervensi justru bermaksud memberi masukan karena merasa memiliki dan mencintai dunia pertanian seutuhnya maka disarankan porsi proses penularan dari para pengusaha sukses atau pelaku agribisnis yang mapan kepada mahasiswa pertanian perlu ditambah jam dan frekuensi pertemuannya. Tanpa melihat pengajar tersebut setinggi apa tingkat strata pendidikan formalnya, otodidak sekalipun tidak masalah, yang terpenting telah membuktikan mampu berbuat.
Tidak menutup kemungkinan hal-hal aplikatif  lapangan yang tidak didapat di buku kuliah akan didapat dari para pe­ngusaha tersebut, yang diharapkan akan terbentuk karakter baru yaitu tingginya kepekaan naluri bisnis dan besarnya nyali untuk mengawali jadi pengusaha di sektor pertanian, yang pada akhirnya akan menjadi pengusaha sukses, ke depan bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi ge­nerasi muda untuk ikut bermain di dunia pertanian karena ada figur teladannya.
Mungkin, akan lebih bijaksana jika banyak melahirkan pengusaha yang bisa menampung pengangguran.(**)bangkittani.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar