Senin, 15 Oktober 2012

Gembong Narkoba Diberi Grasi, SBY Jilat Ludah Sendiri



Jika di negara lain para bandar narkoba dihukum gantung, maka di negeri ini, perusak generasi muda bangsa itu malah diampuni.


Simak saja yang terjadi pada Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid. Gembong narkoba jaringan internasional yang tertangkap dan dijatuhi hukuman mati itu, akhirnya diampuni oleh presiden.

Deni dibekuk saat berangkat dengan pesawat Cathay Pacific lewat Bandara Soekarno-Hatta, bersama dua rekan sindikatnya. Kasus Deni diputus oleh Pengadilan Negeri Tangerang tahun 2000. Saat itu PN Tangerang menjatuhkan vonis mati bagi Deni. Vonis itu bahkan dikuatkan hingga putusan kasasi MA yang dijatuhkan pada 18 April 2001. Tetapi vonis itu dimentahkan oleh presiden lewat kewewenangan memberikan grasi.

Grasi untuk Deni dikeluarkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7/G/2012 yang mengubah hukuman Deni dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Keputusan itu ditandatangani pada 25 Januari 2012.

Tidak hanya Deni, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga memberikan grasi kepada gembong narkoba Merika Pranola alias Ola alias Tania. Grasi Ola, yang masih satu kelompok dengan Deni, tertuang dalam Keppres Nomor 35/G/20122 yang ditandatangani 26 September 2011.

Padahal, sebelum Keppres dikeluarkan, Mahkamah Agung telah menyarankan kepada Presiden SBY untuk menolak permohonan grasi dua gembong narkoba itu. Namun, SBY tak bergeming. Ia tetap memutuskan untuk mengabulkan permohonan grasi mereka.

Mahkamah telah mempertimbangkan permohonan dari kedua terpidana mati itu, dan berpendapat bahwa permohonan tidak terdapat cukup alasan untuk dikabulkan. "Oleh karena itu, MA mengusulkan agar permohonan grasi itu ditolak," ungkap juru bicara MA, Djoko Sarwoko, di Gedung MA, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (12/10/2012).

Namun, Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, berdalih bahwa pemberian grasi tersebut dilakukan SBY atas dasar perhatiannya kepada warga negara Indonesia yang dijatuhi vonis hukuman mati dalam kasus pidana. "Presiden juga sangat concern dengan para WNI terlibat kasus pidana, sehingga dipenjara dan dijatuhi vonis hukuman mati," ujar Julian di Bina Graha, Jakarta, Jumat (12/10/2012).
...Saudara ketua Mahkamah Agung, saya sendiri, tentu memilih untuk keselamatan bangsa dan negara kita, memilih keselamatan generasi kita, generasi muda kita dibandingkan memberikan grasi kepada mereka


Tidak hanya kepada Deni, lanjut Julian, terhadap warga negara Indonesia yang menjadi narapidana hukuman mati di luar negeri juga diupayakan permohonan grasi oleh SBY. "Hasilnya sangat banyak WNI terpidana yang sudah diringankan hukumannya, banyak yang mendapatkan grasi atas pidana mati, pengurangan masa hukuman penjara dan dibebaskan," terang Julian.

Bukan kali ini saja presiden mengampuni para gembong narkoba. Terhitung dalam dua tahun terakhir, SBY telah memberikan grasi kepada empat narapidana kasus narkoba. Selain kepada Ola dan Deni, presiden juga pernah memberikan grasi kepadaa Schapelle Leigh Corby dan Peter Achim Franz Grobmann.

Corby adalah warga Australia yang mendapat grasi melalui Keppres Nomor 22/G Tahun 2012 yang diterbitkan 15 Mei 2012. Sedangkan Grobmann adalah terpidana kasus narkoba asal Jerman, yang dihadiahi grasi dalam Keputusan Presiden (keppres) bernomor 23/G Tahun 2012.

Grasi kepada Ola dan Deni baru terungkap sekarang ini melalui Mahkamah Agung. Begitu pun pemberian grasi kepada Corby, awal terungkap bukan melalui istana namun melalui media massa Australia.

Pemberian tiga garasi kepada empat gembong narkoba yang terkait jaringan internasional itu juga bertentangan dengan ucapan presiden SBY sendiri pada 2006. Ketika itu SBY menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mengampuni narapidana kasus narkoba.

"Saudara ketua Mahkamah Agung, saya sendiri, tentu memilih untuk keselamatan bangsa dan negara kita, memilih keselamatan generasi kita, generasi muda kita dibandingkan memberikan grasi kepada mereka yang menghancurkan masa depan bangsa," tegas Presiden saat memberikan sambutan dalam peringatan Hari Anti-Narkoba Internasional yang diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta, pada 30 Juni 2006 silam.

Ketika itu SBY menegaskan, pemerintah tidak akan memberi toleransi kepada para pembuat dan pengedar narkoba. "Pemerintah telah dan akan terus melakukan penegakkan hukum tanpa pandang bulu. Para pelaku kejahatan narkoba dengan segala bentuk dan modus operandinya akan terus kita lawan dengan sekuat tenaga," katanya.
Namun, kini presiden SBY bak menjilat ludah sendiri. Ia malah memberikan grasi kepada empat narapidana kasus narkoba dengan alasan kemanusiaan. [Widad/gtr]voa-islam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar