Penolakan
terhadap RUU Kamnas ini terus bermunculan dari berbagai pihak. RUU
Kamnas yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR RI, dianggap sebagai
upaya untuk mengembalikan kekejaman otoriter masa Orde Baru (Orba) yang
dengan mudahnya menutup mulut masyarakat yang bersuara lantang untuk
mengkritisi kinerja pemerintah. RUU Kamnas juga berpotensi mengancam
kebebasan pers, supremasi sipil termasuk mengancam keberlangsungan
dakwah.
Ustadz
Abu Rusydan seorang mubaligh asal Kudus yang pernah merasakan pahit
getirnya zaman Orde Baru menyatakan bahwa, ada atau tidaknya UU Kamnas
yang sekarang ini sedang digodok oleh DPR RI, aktivis Islam jangan
pernah sedikitpun mengurangi dakwahnya kepada masyarakat.
“Ada
atau tidaknya Undang-Undang Kamnas itu, aktivis islam harus tetap
berdakwah menyampaikan kebenaran islam kepada masyarakat atau publik,”
tegasnya kepada voa-islam.com melalui sambungan telfon pada Rabu pagi
(24/10/2012).
Alumnus
akademi militer mujahidin Afghanistan ini mengungkapkan alasannya
tersebut, karena ada atau tidaknya UU Kamnas tersebut, pemerintah juga
akan tetap menekan dan menyulitkan Islam dan kaum muslimin.
“Sebenaranya
bagi Islam dan kaum muslimin di Indonesia sendiri, ada atau tidak ada
Undang-Undang yang menyulitkan atau menekan islam dan kaum muslimin, itu
tetap ada kebijakan diluar Undang-Undang yang akan dilakukan oleh
pemerintah untuk menekan Islam dan kaum muslimin, itu kenyataannya
selama ini kan seperti itu,” tambahnya.
Namun
demikian, ia juga berpesan kepada kaum Muslimin, baik aktivis Islam yang
bergerak dibidang politik, ataupun diluar kancah perpolitikan serta
media Islam, harus berupaya sekuat tenaga untuk menolak RUU Kamnas
tersebut.
“Jadi
upaya dari kaum muslimin supaya RUU Kamnas ini agar tidak disahkan harus
tetap dilakukan, meskipun nanti ada pengaruhnya atau tidak. Karena itu,
harus ada semacam kesan politik yang harus kita bangun kepada publik,
bahwa kita berupaya dari berbagai macam cara yang memang oleh publik
sementara ini dibenarkan,” paparnya.
Oleh
sebab itu, kaum Muslimin harus pro aktif memanfaatkan momentum
keterbukaan ini untuk menekan pemerintah dan DPR agar tidak membahas
lebih lanjut RUU Kamnas.
“Kaum
muslimin harus memanfaatkan momentum keterbukaan ini untuk pro aktif!
Pro aktif bagaimana menekan pemerintah dan DPR supaya tidak membahas
lebih lanjut masalah ini. Jadi misalnya, media-media massa Islam atau
ormas-ormas islam dan aktivis islam yang selama ini bergerak dalam
urusan-urusan politik, itu supaya lebih meningkatkan kegiatannya lagi,” pungkasnya.
...Kaum muslimin harus memanfaatkan momentum keterbukaan ini untuk pro aktif! Pro aktif bagaimana menekan pemerintah dan DPR supaya tidak membahas lebih lanjut masalah ini
Untuk
diketahui, dalam RUU Kamnas ada sejumlah pasal karet yang berpotensi
dimanfaatkan oleh pihak penguasa dan menzalimi rakyat, diantaranya
adalah sebagai berikut.
Pertama,
Pasal 54 (e) dan Pasal 22 Jo pasal 23 RUU Kamnas: Dewan keamanan punya
hak Dan kuasa khusus menyadap, merangkap, memeriksa dan memaksa orang
yang dianggap dapat mengganngu keamanan Nasional. Pasal ini jelas akan
mengerti kebebasan masyarakat untuk menyuarakan kepentingannya,
dikwatirkan penilaian mengganngu keamanan akan dinilai secara subyektif
oleh kepentingan kekuasaan sehinnga lepas kendali dengan melakukan
penyadapan yang tidak terkontrol.
Kedua, Pasal
22 jo Pasal 23 RUU Kamnas: memberikan peran luas kepada badan intelejen
negara(BIN) sebagai penyelenggara Kamnas. Pasal ini jelas bahwa
intelejen akan melakukan kegiatan sama persis dengan kegiatan orde baru,
dimana masyarakat akan diawasi dengan cermat, bahkan dinilai apakah
kegiatan tersebut membahayakan Kamnas. Pembelengguan ini menyeluruh
bukan hanya kebebasan berserikat Dan berkumpul tapi menyangkut kegiatan
keagamaan.
Ketiga, Pasal
10, Pasal 15 jo Pasal 34: Darurat sipil dan darurat militer dianggap
tidak relevan lagi bila acuannya adalah keadaan bahaya. Artinya bahwa
bila keadaan bahaya itu telah ditetapkan oleh komisioner Kamnas maka
dimana darurat sipil dengan kewenangan penuh pada Gubernur dan darurat
militer juga advice dari Gubernur tidak berlaku, yang ada hanya keadaan
bahaya dengan penerapan keadaan Keamanan Nasional, penanganannya adalah
cara militer dan pengekangan.
Keempat, Pasal
17(4): Ancaman potensial dan nonpotensial diatur dengan keputusan
Presiden. Pasal ini jelas demi kepentingan penguasa, keputusan Presiden
tentunya akan menghasilkan keputusan yang melindungi kepentingan
kekuasaan semata bukan keputusan yang bertitik tolak pada keamanan
secara holistik, keyakinan para akademi dan praktisi bahya ancaman
potensial akan dimasukkannya Perpu tentang kebijakan pemerintah sehinnga
tidak ada celah bagi pemerintahan berikutnya untuk mengungkit Perpu
yang berhubungan dengan kebijakan, contoh Perpu Bailout Bank Century.
Kelima, Pasal
59 ayat 1: Pada saat berlakunya UU ini, semua peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan Keamanan Nasional yang sudah ada
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini.
Disinilah titik beratnya UU ini, kata-kata sepanjang tidak bertentangan
dengan UU Keaman Nasional, artinya bila dianggap bahwa keadaan telah
potensial mengganngu keamanan Nasional maka Tap Mpr no. VI Dan VII, UU
KPK, UU Kepolisian, UU Pers, UU TNI, UU HAM dinyatakan tidak berlaku,
yang digunakan adalah UU Kamnas, penyadapanya, penangkapannya dan
pemeriksaannya. Jelasnya bahwa UU Kamnas sudah bertentangan dengan
rujukan diatas bahwa tugas Kamnas sudah sangat jauh memalukan areal hak
asasi Publik.
Keenam,
Pasal 28: Kewenangan penyadapan. RUU Kamnas tanpa ijin pengadilan
berhak melakukan penyadapan kepada siapa saja yang berpotensi
menyebabkan keamanan Nasional. Ini sangat bertentangan dengan keadilan
(pro yustitia) dan bertentangan dengan Hak asasi manusia, selain itu RUU
ini potensi disalahgunakan dan bertabrakan dengan UU KPK dan UU
Tipikor. Kewenangan tanpa batas berpotensi menyebabkan kembalinya
kediktatoran di era Reformasi ini.
Ketujuh,
Pasal 51(e) Jo pasal 20 RUU Kamnas: Pemberian kewenangan khusus
penangkapan dan penyadapan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Badan Intelejen Negara(BIN). Jelas inilah yang dinamakan keinginan back
TNI dengan topeng aturan dan perundang-undangan, dengan alasan UU
mereka kembali ke era orde baru membenamkan kebebasan menyuarakan
pendapat, kebebasan pers dan kehidupan sipil. Jelas ada muatan keinginan
militer berkuasa dan keinginan menggunakan kekuatan militer demi
kepentingan kekuasaan dan politik. [Widad/Bekti]voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar