Pelemahan kekuatan ekonomi kekhalifahan yang antara lain di trigger oleh pendudukan penjajah Belanda atas bumi Nusantara ini dapat saya kutipkan dari bukunya Bernard Lewis yang berjudul “What Went Wrong?: The Clash Between Islam and Modernity in the Middle East” sbb :
“Dalam
periode yang sangat panjang, kopi dan gula diimpor ke Eropa dari atau
melalui Timur Tengah. Tetapi kemudian kekuatan kolonial (Eropa)
menemukan jalan untuk menanam kopi dan gula (tebu) seluas-luasnya dengan
cara yang murah di negeri—negeri jajahan mereka. Mereka melakukan ini
dengan seluruh kekuatan sehingga mereka sukses, sampai mereka mampu
mengekspor kopi dan gula ke wilayah Kekhalifahan Turki Ustmani. Di akhir
abad 18 bila seorang Turki atau seorang Arab menikmati kebiasaan
tradisionalnya – meneguk secangkir kopi manis – sangat besar
kemungkinannya bahwa kopinya dari Jawa yang diduduki Belanda atau
Amerika Latin yang diduduki Spanyol, sedangkan gulanya dari dari West
Indies yang diduduki Inggris atau Perancis, hanya air panasnya saja yang
lokal (Turki atau Arab)”.
Jadi
ketika kita lemah sejatinya bukan hanya kita saja yang lemah, tetapi
seluruh umat ini ikut lemah. Dalam contoh diatas, ketika kita bisa
dijajah oleh Belanda dan mereka mengeruk hasil bumi (kopi) yang murah
dari Nusantara ini – ternyata kopi tersebut bukan hanya mereka nikmati
di negaranya sendiri – tetapi di ekspor ke negeri kekhalifahan dan
melemahkan kekekuatan ekonomi negeri-negeri tujuan ekspor tersebut.
Maka di dalam Al-Qur’an-pun kita diingatkan untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah “Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” ( QS 3 : 9).
Gejala-gejala melemahnya generasi kita dan anak – anak kita di jaman ini sesungguhnya juga begitu gamblang. Dari munculnya orang-orang mati karena kelaparan, dari 80% penduduk negeri ini yang berpenghasilan kurang dari 20% nishab zakat, dari tinggi badan anak-anak Indonesia yang semakin pendek, dan berbagai indikator lain yang akan mudah kita pahami bila kita mampu dan mau merangkai informasi ‘connecting the dots’ dan mengambil pelajaran dari situasi yang tidak menyenangkan ini.
Data lain yang saya peroleh yang sangat menyedihkan adalah data FAO (Food and Agriculture Organization) yang
keluar tahun lalu yang tersaji dalam grafik di bawah. Daerah yang
berwarna gelap adalah daerah yang mengkonsumsi daging tinggi, semakin
terang semakin sedikit konsumsi daging-nya. Anda bisa lihat warna untuk
negeri kita ? sangat terang !. Bila rata-rata penduduk di dunia
mengkonsumsi daging 46.6 kg per tahun, kita hanya mengkonsumsi 11.14 kg
per tahun.
Dalam
hal konsumsi daging ini, kita berada di nomor urut 156 dari 177 negara
yang datanya ada di FAO. Jauh dibawah tetangga kita sendiri seperti
Brunei yng di no urut 52 (65 kg), Malaysia no urut 75 (48.99 kg) dan
bahkan Timor Leste yang berada di no urut 107 (31.37 kg). Apakah ini
karena negara kita besar sekali jumlah penduduknya sehingga rata-ratanya
menjadi rendah ?, tidak juga !, China yang jumlah penduduknya lebih
dari 5 kali jumlah penduduk kita – mereka berada di nomor urut 68 dengan
konsumsi daging 53.45 kg per kapita per tahun !.
Dari
konsumsi daging yang begitu rendah inilah yang antara lain berakibat
langsung pada penurunan tinggi badan dari anak-anak yang lahir di negeri
ini. Yang perlu kita juga sangat khawatirkan adalah konsumsi protein
yang sejalan dengan konsumsi daging tersebut diatas – yaitu dibawah
rata-rata dunia seperti dalam grafik dibawah. Kita perlu kawatir karena
kurangnya konsumsi protein bisa berakibat pada penurunan kecerdasan
anak-anak negeri ini.
Mengapa
kita perlu tahu informasi-informasi seperti ini ?, bukan untuk mengeluh
atau menyalahkan siapapun di negeri ini. Dengan informasi yang kita
rangkai ini, kita berharap bisa berbuat sesuatu untuk memperbaiki
keadaan. Tidak penting besar kecilnya upaya yang bisa kita lakukan,
tetapi bila banyak-banyak penduduk negeri ini berniat dan mulai berbuat
sesuatu untuk menolong diri kita, anak-anak kita dan umat secara
keseluruhan – mudah-mudahan ini bisa mengundang pertolongan Allah yang tiada batas kekuasaanNya.
Apa
konkritnya yang bisa kita lakukan ?. Anda bisa mulai dari apa yang Anda
punya ilmunya, punya pengalaman atau ketrampilannya. Yang jelas di
negeri tropis ini tidak terhitung jenis hewan yang dagingnya halal untuk
dimakan – yang mudah dibudi-dayakan. Dari ayam, itik, kambing, domba,
sampai kerbau dan sapi semuanya bisa hidup baik di negeri ini. Apakah
susah untuk menumbuh kembangkan hewan-hewan ini agar dagingnya tersedia
cukup dengan harga yang terjangkau untuk anak cucu kita ?. Insyaallah
tidak sesulit merancang pesawat terbang atau pembangkit listrik tenaga nuklir – yang katanya-pun mampu dilakukan pemuda-pemudi terbaik negeri ini.
Ilmunya
jelas ada karena begitu banyak lulusan peternakan dan kedokteran hewan
dari S1, S2 dan S3 di Indonesia. Sumber daya alam-nya juga begitu
mendukung, lantas mengapa sampai kita menjadi bangsa yang kurang mampu
dalam hal konsumsi daging dan protein ini ?. Yang belum cukup mungkin
adalah para pedagang dan pengusaha yang bukan hanya mengejar keuntungan
sesaat, tetapi pedagang dan pengusaha yang menyadari kedudukan
strategisnya dalam membangun kekuatan umat dalam jangka panjang.
Yang
juga masih kita perlukan lagi adalah kepemimpinan yang bervisi, yang
mampu merangkai informasi dan menentukan arah perjalanan bangsa secara
confident, memprioritaskan kepentingan yang luas yaitu fokus pada
memakmurkan umat atau rakyatnya.
Dan
bagi kita kebanyakan rakyat biasa - bukan pemimpin negeri dan belum
menjadi pedagang atau pengusaha , waktunya berhenti untuk mengeluh dan
mencerca polah tingkah pemimpin dan wakil rakyat kita yang sibuk dengan
urusan kelompoknya masing-masing, waktunya untuk berbuat apa yang kita
bisa. Untuk memotivasi diri kita ini, ada buku bagus yang terbit sekitar
7 tahun lalu yang di tulis oleh Muhammad Ali Haji Hasyim dengan judul “Bisnis Satu Cabang Jihad” (Pustaka Al-Kautsar, 2003). Buku
ini banyak memberi contoh amal-amal shalih yang bisa kita lakukan yang
bernilai jihad, yaitu mulai ber-bisnis. Argumennya jelas dan sangat
masuk akal, bahwa jihad dalam pengertian perang-pun selalu membutuhkan
jiwa dan harta – dari mana harta ini di peroleh secara halal ?, ya dari
perdagagangan atau bisnis yang halal.
Perlunya harta untuk memenangkan pertempuran dan mempertahankan kejayaan umat ini menjadi jelas kaitannya manakala kita melihat sejarah bangsa ini yang ditaklukkan penjajah awalnya melalui perdagangan,
dan bagaimana hanya gara-gara perkebunan dan perdagangan kopi kita
dikuasai penjajah – bukan hanya kita yang kalah, tetapi kita juga telah
ikut melemahkan kekuatan ekonomi Kekhalifahan Turki Ustmani di awal
tulisan ini – yang akhirnya juga berujung pada keruntuhannya.
Dengan
usaha insyaAllah kita bisa menyiapkan generasi yang makan daging dan
protein secara cukup, kemudian dengan pendidikan yang baik dari para
ustadz dan para pendidik – insyaallah generasi anak-anak kita akan
menjadi generasi unggulan, yang menjadi titik kekuatan umat di masa
depan bukan menjadi titik lemah seperti yang terjadi sejak Belanda
menjajah negeri ini sekian ratus tahun lalu. InsyaAllah !.
geraidinar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar