Minggu, 14 Oktober 2012

Jadilah Pengusaha Pertanian !!!

Di Lampung sekitar 23,4 % petani sudah menggunakan pupuk campuran anorganik dan organik. Bahkan 6,62 % telah memanfaatkan pupuk organik murni.
dsc_2515
Pemerintah provinsi Lampung terus mendorong petani menerapkan sistem pertanian organik untuk merehabilitasi lahan kritis karena berpuluh tahun menggunakan pupuk kimia sintetis. Selain itu, karena prospek pasar produk pertanian organik kian lebar.
Demikian terungkap pada pelatihan kewirausahaan petani yang digelar CV Bangkit Jaya Abadi (Bangkit Tani) bekerjasama dengan Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani) di Bandar Lampung, Agustus lalu. Tampil sebagai pembicara, Ediyanto, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi, Prof. Wan Abas, Dekan Fakultas Pertanian UNILA, dan Wayan Supadno, formulator pupuk organik hayati dari CV Bangkit Jaya Abadi.
Masih Banyak Tantangan
dsc_2556Pelatihan yang diikuti 1.500 an petani dan penyuluh 14 Kabupaten/kota se Lampung itu dibuka Ketua Perhiptani Lampung (juga wakil Gubernur Lampung) Joko Umarsaid. Ediyanto menyatakan, di Lampung kegiatan dititikberatkan pada tahap pengurangan input produksi anorganik dan pestisida kimia sintetis. Saat ini dari 578.985 rumah tangga (RT) petani yang menggunakan pupuk, sebanyak 23 % menggunakan pupuk campuran anorganik dan organik. Bahkan, 6,62 % memanfaatkan pupuk organik murni.
Untuk terus mendorong penggunaan pupuk organik pemerintah mensubsidi pupuk organik, bantuan langsung pupuk, pemberian alat dan mesin percontohan kepada petani, membangun rumah percontohan pembuatan pupuk organik (RP3O), dan unit pengolah pupuk organik (UPPO). “Adanya RP3O dan UPPO ini diharapkan dapat mendorong tumbuh kembang industri pupuk organik di lingkungan petani,” jelas Kepala Dinas.
dsc_2586Ediyanto mengakui masih banyak tantangan dalam penggunaan pupuk organik karena selama puluhan tahun petani terbiasa memupuk dengan pupuk kimia sintetis sehingga perlu waktu guna mengubah kebiasaan tersebut. Selain itu, dampak aplikasi pupuk organik memerlukan waktu lebih lama dan volume yang besar. “Dan yang paling jadi pertimbangan petani adalah belum adanya perbedaan harga antara produk pertanian organik dengan non-organik di pasaran,” tambahnya.
Padahal potensi pupuk organik di pedesaan melimpah, seperti jerami. Dengan produksi 2,94 juta ton gabah di Lampung, berarti tersedia jerami dalam jumlah sama yang bisa digunakan sebagai bahan pupuk organik. Lalu kotoran ternak (sapi/kerbau, domba dan unggas), sampah dan sisa hasil panen. Untuk itu, pihaknya terus mendorong gerakan tidak membakar jerami dan mengembalikannya ke tanah.
Saat ini contoh aplikasi sistem pangan organik pada tanaman padi seluas 30 ha sudah dirintis Gapoktan Harapan Jaya di Desa Tampang Tua, Ke. Pematang Sawa, Kab. Tanggamus, Lampung. Gapoktan yang tergabung dalam Koperasi Konservasi Mitra Tani ini sedang diproses sertifikasi oleh Indonesia Organic Farming Certification (Inofice).
Sementara Prof. Wan Abas mengatakan, permintaan produk pertanian organik dunia sudah berkembang pesat, bahkan pertumbuhannya 20 %/tahun. Pada tahun 2010, tercatat omzet produk pertanian organik dunia mencapai US$100 milyar. “artinya terdapat peluang pasar luar biasa yang bisa dimanfaatkan petani Indonesia. Apalagi selama ini Indonesia sudah dikenal sebagai penghasil produk pangan organik. Kini tinggal mengembangkan dan mensertifikasinya,” ujarnya.
Sudah Kritis
dsc_29532Wayan Supadno menambahkan, kondisi lahan pertanian di Idonesia kritis. Sebab, selama ini aspek kimia saja yang diperhatikan, bahkan hanya tiga unsur hara saja, yakni Nitrogen (Urea), Kalium (KCl), dan Fosfat (SP 36/TSP). “Padahal tanah membutuhkan 16 unsur hara. Lalu yang 13 unsur hara lagi dari mana?,” sergahnya.
Ciri-ciri lahan yang kritis bisa dilihat dari ciri fisik dan kimia tanah. Dari ciri fisik, tanah keras, mudah kering jika kena panas, mudah banjir bila kena air, lapisan humusnya tipis, tidak gembur, tidak menahan air, dan tidak menyimpan udara. Dari sisi kimia tanah, kadar C-Organiknya anjlok, kadar hara sangat miskin, terlebih hara non-N, non-K, dan non-P. Lalu strain dan koloni multimikroba sangat miskin, padahal penting untuk menghasilkan hara, pestisida, hormon, reduksi kadar logam berat, dan kehidupan flora dan fauna.
Akibatnya, tanaman yang dibudidayakan pada lahan kritis semakin kerdil karena kurang hormon, rentan penyakit lantaran miskin biopestisida alami. Lalu kebutuhan pupuk meningkat tapi hasil menurun. Yang juga kurang dipedulikan adalah meningkatnya kadar logam.
Solusinya, lanjut Wayan, lahan harus diperkaya dengan bahan-bahan organik kadar C Organik tinggi, multimikroba pengurai, penambat N, pelarut P dan K, pereduksi logam berat, multimikroba biopestisida terkait dan penuhi multihormon sesuai kebutuhan.
Untuk memenuhi bahan-bahan tersebut, petani disarankan menggunakan pupuk hayati, yakni pupuk organik yang diperkaya dengan mikroba yang bermanfaat, dapat meningkatkan efisiensi pengambilan hara oleh berbagai tanaman dan meningkatkan hasil.
Selama ini, petani sudah banyak menggunakan pupuk organik yang berasal dari pupuk kandang. Namun jika pupuk ini tidak dikomposkan secara sempurna akan berbahaya karena membawa berbagai penyakit. Pengaruhnya terhadap tanaman pun juga kecil. Bahkan satu on pupuk hayati lebih baik dibandingkan 10 ton pupuk kandang, sebab pengaruh pupuk kandang hanya 5 %. Dibutuhkan mikroba untuk mengurainya supaya menghasilkan C-Organik yang bisa dimakan tanaman.
Lalu untuk mengendalikan hama dan penyakit digunakan pestisida hayati atau biopestisida, yakni pestisida yang bahan utamanya bersumber atau diambil dari bahan hayati/ makhluk hidup, seperti mikroorganisme, bakteri, cendawan, nematoda (cacing), atau virus. Biopestisida dapat juga berasal dari berbagai jenis tanaman yang mengandung kandungan spesifik dalam tingkah laku dan metabolisme organisme pengganggu tanaman (OPT).
Selain itu juga bisa digunakan, pestisida nabati, yakni pestisida yang bahan aktifnya dari tumbuh-tumbuhan, seperti akar, daun, batang, atau buahnya. Zat kimia yang terkandung didalamnya mempunyai bioaktivitas terhadap serangga, seperti bahan penolak (repellent), penghambat makan (antifeedant), penghambat perkembangan serangga (insect growth regulator) dan penghambat peneluran (oviposition deterrent).
Diantara tanaman yang bisa digunakan sebagai pestisida nabati adalah daun papaya, mimba, bintaro, sereh wangi, jengkol, kunyit dan gadung. Daun papaya ditebar dalam selokan di sekeliling sawah untuk mengusir keong mas. Sementara mimba dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama (insektisida). Bahkan mimba juga berfungsi sebagai fungisida, nematisida, bakterisida, maupun akarisida.
Sementara bintaro yang mengandung arsenik bermanfaat mengusir ulat. Sereh wangi untuk mengusir serangga sehingga baik ditanam di pinggir atau pematang sawah. Jengkol berguna mengusir tikus sehingga baik ditanam pada kebun kakao. Kunyit berguna untuk mencegah cendawan akar pada karet. Begitu juga kalupaga dan temulawak.
Menurut Wayan, pupuk hayati, biopestisida dan pestisida nabati aman digunakan, tidak mengandung zat beracun bagi manusia, ternak maupun lingkungan.bangkitttani.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar