Minggu, 14 Oktober 2012

Kembali ke Pupuk Organik

Di Blitar
organic_fertilizer_250x251Alam telah menyediakan kebutuhan kita semua. Tetapi, manusia suka lupa dan ingin mendapatkan sesuatu secara instan. Oleh karena itu, manusia selalu menciptakan segala sesuatu agar mudah didapat, murah, dan cepat. Namun manusia terkadang tidak memikirkan efek dari sesuatu yang bersifat instan tersebut. Lambat laun, sesuatu yang diciptakan manusia dengan bahan-bahan yang berbahaya dapat merugikan kehidupan manusia itu sendiri.
Semisal dalam produk pertanian, kita mengenal pupuk buatan manusia dengan bahan-bahan kimia yang kemudian dikenal dengan sebutan pupuk kimia. Pupuk ini telah lama digunakan di Indonesia. Sudah lebih dari lima puluh tahun para petani Indonesia menggunakan pupuk kimia. Jelas, tujuan penggunaan pupuk ini agar memperoleh hasil pertanian yang maksimal. Namun disadari atau tidak pemakaian pupuk ini membawa dampak buruk. Dampak buruk yang mulai terasa adalah kurang suburnya tanah pertanian di Indonesia. Hasil produksi pertanian juga menuai efek negatif terhadap ke­sehatan tubuh manusia.
Kini banyak petani yang sadar dan kembali menggunakan pupuk alami. Salah satunya adalah Pak Darmaji, Petani Cabai asal Blitar Jawa Timur. Ia sudah beberapa tahun ini mengalihkan penggunaan pupuk kimia ke pupuk organik. “Saya bertani sejak tahun 1993 sampai sekarang dan hampir selama itu pula saya mengguna­kan pupuk kimia. Namun, beberapa tahun belakangan saya mengalihkan penggunaan pupuk kimia ke organik,” terang Darmaji menceritakan pengalaman bertaninya.
granulDarmaji merasakan dampak penggunaan pupuk organik sangatlah besar. Dulu memang ia mendapatkan hasil pa­nen yang berlimpah dengan mengguna­kan pupuk kimia. Namun beberapa tahun belakangan hasil panennya merosot. Kemudian ia mengalihkan pupuknya de­ngan memakai pupuk organik. Hasil pa­nen yang diperoleh oleh Darmaji kembali meningkat.
Saat ini Darmaji menanami lahan seluas 1400 m2 dengan varietas cabai ke­riting TN 99. Selain itu ia juga mencoba varietas baru untuk cabai besar dengan nama Karina produksi PT. Asia Raya. “Saya menanami lahan saya dengan 3.500 bibit cabai sekitar Rp 260.000. Untuk lahan seluas itu, saya menghabiskan pupuk organik sebanyak 5 kuintal dengan harga Rp 200.000.” Darmaji juga harus mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja sebesar Rp 2,5 juta.
Selama masa panen, pohon cabai tersebut bisa dipanen hingga mencapai berat 6,5 ton. Jika harga jual Rp 5.000, maka Darmaji akan mendapatkan penghasilan kotor sebesar Rp 32,5 juta selama masa produktif. “Keuntungan yang saya peroleh lumayan besar dengan menggunakan pupuk organik. Karena hasil pa­nennya juga lumayan melimpah.”
“Memang saya belum sepenuhnya menggunakan pupuk organik. Saya masih mencampurnya dengan pupuk kimia.” Namun lambat laun ia bertekad melepaskan ketergantungannya menggunakan pupuk kimia dan mengalihkannya dengan pupuk organik sepenuhnya. “Saya sudah mantap untuk kembali menggunakan pupuk organik.”bangkittani.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar