
“Setelah kami cek, itu bukan mengabulkan PK tetapi itu perkara grasi yaitu No: 21 SUS/MA/2011,” kata petugas panitera MA yang tidak mau disebutkan namanya kepada wartawan di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (11/10/2012) seperti dilansir Suara Islam Online.
Petugas tersebut mencari data kasus tersebut setelah diperintah jubir MA Djoko Sarwoko.
Sebelumnya tertulis peringanan hukuman ini dijatuhkan oleh MA. Namun setelah dicek, ternyata nomor perkara merujuk ke nomor grasi. “Kalau dari MA, nomornya ada tulisan ‘Pid.Sus’. Kalau ini langsung SUS, itu artinya grasi,” ujarnya.
“Kabul berupa perubahan dari pidana mati yang dijatuhkan kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup,” demikian tulis panitera MA.

“Kami mendukung putusan tersebut. Kontras mendukung MA tidak lagi menjatuhkan vonis mati untuk keputusan apapun,” jelas Puri Kencana Puri, dariBiro Penelitian Kontras dalam konferensi pers di kantor Kontras, Jakarta, Selasa (9/10/2012).
Senada dengan itu, Ketua Dewan Kehormatan Imparsial, Hendardi, menyatakan bahwa hukuman mati di Indonesia kejam dan tidak manusiawi.
Hendardi yang juga aktif dalam LSM liberal, Setara Institute, mengatakan, “HAM adalah nilai penting dan fundamental sebagai anugerah dari tuhan. Hak-hak ini harus dilindungi, dewasa ini banyak kasus di Indonesia mendorong praktik hukuman mati yang kejam dan tidak manusiawi.”
Sementara itu, Direktur Operasional Imparsial, Batara Ibnu Reza mengatakan, “Kami mendukung putusan tersebut. Putusan ini sangat menggembirakan, harus disambut baik.”
Selain Hengky Gunawan, gembong narkoba lainnya yang bebas dari vonis mati adalah Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin yang berkebangsaan Nigeria. Hillary hanya divonis hukuman penjara 12 tahun.
Melihat kenyataan ini, membuat Front Pembela Islam (FPI) menjadi prihatin. Ketua FPI DKI Raya, Habib Salim Al-Attas, menyatakan kekecewaannya, termasuk atas sikap LSM-LSM tersebut.
“MA dengan tegas menghukum mati Amrozi, Imam Samudera, dan Muklas (terpidana ‘teroris’). Namun saat memutus 3 gembong narkoba dikatakan hukuman mati bertentangan dengan konstitusi dan HAM,” kata politisi PKS Aboe Bakar Al Habsyi di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (11/10/2012).
Bagaimana ini, kok tidak konsisten? Negeri ini memang aneh, koruptor dan gembong narkoba dibiarkan hidup bahkan tak sedikit yang divonis ringan, sementara sekelompok orang yang baru “terduga teroris” sudah di-dor di jalanan. Belum diadili sudah dieksekusi mati (pengadilan jalanan).
Kepada gembong narkoba yang divonis mati, LSM liberal berkoar-koar menuntut penghapusan hukuman tersebut, tetapi terhadap orang-orang yang divonis mati karena kasus “terorisme”, mereka bungkam! Ironis! (salam-online.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar