Jumat, 05 Oktober 2012

Ironi Sejarah Kemederkaan dan Perjuangan Islam Indonesia



 

MINGGU ini, tepat di bulan suci Ramadhan, bangsa Indonesia memperingat 67 tahun kemerdekaan. Di usia yang seharusnya mulai matang, perjalanan kelahiran bangsa ini masih tetap diliputi dengan ironi-ironi, khususnya menyangkut sejarah kemerdekaan.  Terlebih menyangkut  nilai-nilai perjuangan Islam dalam bernegara di Indonesia. Betapa tidak, the founding fathers bangsa ini telah mengkonsep persiapan kemerdekaan, dasar Negara, lambang Negara, dan Undang-undang dasar negera dengan detail dan cermat. Namun ujungnya, banyak hal yang akhirnya "dicurangi".

Hal ini dimulai dari keputusan untuk membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas :

Sidang-Sidang BPUPKI

1.  Sidang Pertama BPUPKI

Sidang ini dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945. Dalam sidang kala itu, dibahas rumusan Undang-Undang Dasar dan dasar negara.

Pada tanggal 29 Mei, Moh. Yamin mengemukakan pidatonya tentang Asas Dasar negara Indonesia. Lalu, 31 Mei, Prof. Dr. Mr. Supomo juga mengemukakan dasar negara indonesia menurut opininya.

Pada hari terakhir, 1 Juni, Ir. Soekarno menyampaikan dasar negara Indonesia merdeka. Beliau juga mengusulkan nama dari dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila.

Setelah itu pun, dibawah pengawasan BPUPKI, dibentuklah panitia sembilan. Sesuai namanya, terdiri dari sembilan orang yang diketuai Ir.Soekarno.

Pada akhirnya, Panitia sembilan dapat merumuskan maksud dan tujuan pembentukkan negara Indonesia merdeka. Rumusna itu pun ditandatangani oleh Mr. Muh. Yamin yang lalu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.

Rumusan dasar negara Indonesia Merdeka berdasarkan Piagam Jakarta sebagai berikut:

a.   Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

b.   (menurut) dasar kemanusian yang adil dan beradab.

c.   Persatuan Indonesia.

d.   (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

e.   (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.   Sidang kedua BPUPKI

Sidang yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945 ini fokus pada undang-Undang Dasar negara Indonesia. Lalu, dibentuklah Panitia Perancang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang diketui Ir.Soekarno.

Pada sidang tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan suara bulat menyetujui prembule yang diambil dari Piagam Jakarta.

Lalu, dibentuklah panitia kecil perancang Undang-Undang Dasar diketuai oleh Prof.Dr. Mr. Supomo. Serta Panitia penghalus bahasa yang terdiri dari Supomo, Husein Djajadiningrat dan H. Agus Salim.

14 Juli 1945, BPUPKI menerima laporan dari Pantia Perancang Undang-Undang Dasar.

Ada juga beberapa kalimat yang diganti yaitu :

a.   Pada aline ke-4, perkataan “Hukum Dasar”, diganti “Undang-Undang Dasar”.

b.   ... berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemuluknya menurut dasar kemanusian yang adil dan beradab. Diganti menjadi “berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab.

c.   Diantara “Permusyawarata perwakilan” dalam Undang-Undang Dasar di tambah garis miring ( / )

Lalu pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI di bubarkan dan dibentuklah PPKI sebagai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Pada kesempatan lain BPUPKI juga menggagas rencana dasar Negara karena dianggap sebuah pilar terbentuknya sebuah bangsa dan Negara. Maka pada pada 29 Mei – 1 Juni 1945 rencana dasar negara itu dibicarakan dan dikemudian hari bangsa ini menyebut dengan lahirnya Pancasila.

Adapun lima azas yang disebut Pancasila dan diusulkan Soekarno pada 1 Juni 1945 antara lain :
(1) Kebangsaan Indonesia
(2) Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
(3) Mufakat atau Demokrasi
(4) Kesejahteraan Sosial
(5) Ketuhanan Yang Maha Esa

Tiga hari sebelumnya pidato Soekarno, tepatnya 29 Mei 1945, Muhammad Yamin sudah terlebih dahulu menyampaikan pidatonya yang juga mengandung usulan lima azas bagi Indonesia Merdeka, yaitu :
(1) Peri Kebangsaan
(2) Peri Ketuhanan
(3) Kesejahteraan Rakyat
(4) Peri Kemanusiaan
(5) Peri Kerakyatan

Pancasila dan Kemerdekaan
Menurut Dr Adian Husaini, dalam bukunya, "Pancasila, Bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam" tidak ada perbedaan fundamental antara lima asas Yamin dengan lima dasar Soekarno. Menurut Mohammad Roem, panjang naskah pidatonya pun sama, yaitu 20 halaman. Karena itulah BJ. Boland dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia (The Hague: Martinus Nijhoff, 1971), menyimpulkan bahwa “The Pancasila was in fact a creation of Yamin’s and not Soekarno’s.” (Pancasila faktanya adalah karya Yamin dan bukan karya Soekarno). Menurut Adian, sebagian lain menyebut, bahwa yang tepat kelahiran Pancasila adalah 22 Juni. Sebab pada 22 Juni 1945, untuk pertamakalinya dikeluarkan rumusan Pancasila hasil kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam. Rumusannya dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:

(1). Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
(2). Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3). Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
(5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Tetapi ada pula yang menyebutkan, bahwa 18 Agustus lebih tepat menjadi penanda peringatan kelahiran Pancasila. Sebab pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyepakati rumusan Pancasila yang seperti sekarang ini. Jadi, penggunaan 1 Juni sebagai peringatan kelahiran Pancasila dengan hanya mendasarkan pada Bung Karno, masih perlu penelaahan sejarah yang lebih serius.
Bukti-bukti sejarah justru menunjukkan bahwa rumusan Pancasila resmi seperti rumusan saat ini lahir pada 18 Agustus 1945. Oleh sebab itu, lebih tepat jika hari lahir Pancasila disebut tanggal 18 Agustus 1945. Tapi ingat bahwa Badan Konstituante yang bersidang membicarakan dasar Negara itu dalam keputusan Dekrit Presiden  pada 5 Juli 1959 pada pukul 17.00 di Istana Merdeka dalam konsiderannya berbunyi :
Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
Pemberlakuan kembali UUD 1945 yang sesuai dengan mukadimah UUD dan tidak   berlakunya UUDS 1950
Pembubaran Konstituante
Beranjak seiring dengan waktu, Jepang telah jatuh karena dibombardir sekutu pada 14 Agustus 1945. Rakyat Indonesia sadar bahwa ini sebuah momentum untuk segera bertindak untuk menyatakan kemerdekaan.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.

Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan.

Teks Proklamasi  yang berbunyi… Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05

Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Teks ini sesungguhnya dipaksakan oleh para  perumusnya yang ditunggui Tadashi Maeda. Padahal  sesunggungnya teks kemerdekaan telah disiapkan dengan sungguh-sungguh oleh BPUPKI sebagaimana yang tertuang dalam Piagam Jakarta yang disebut juga dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut:

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." ….

Meski demikian akhirnya Indonesia merdeka pula. Namun bagi umat Islam konsep kemerdekaan yang telah disiapkan dengan rujukan perjuangan umat islam itu mulai pudar. Bahkan sehari beikutnya manakala  PPKI bersidang pada 18 Agustus 1945.

Secara garis besarnya, kegiatan rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dibagi ke dalam dua tahap, yaitu: Tahap Sebelum Rapat PPKI Pada tahap ini diadakan rapat kecil yang terdiri dari Drs. Mohammad Hatta, Ki Bagus Hadikusumo. Wahid Hasyim. Mr. Kasman Singodimejo, dan Teuku Moh. Hasan.
Mereka mengadakan rapat pendahuluan dan menghasilkan kesepakatan mengubah kalimat "Ketuhanan, dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Mahaesa". Dengan perubahan tersebut, maka seluruh hukum Undang-undang Dasar dapat diterima oleh daerah-daerah Indonesia yang tidak beragama Islam, misalnya daerah­-daerah vang diduduki Kaigun.

Menurut Drs. M. Hatta, adanya perubahan itu memberikan tanda bahwa para pemimpin bangsa pada waktu itu lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Rapat Utanta PPKI Rapat ini dipimpin oleh Ir. Soekarno dan M. Hatta.

Dalam rapat ini diputuskan tiga keputusan penting, yakni: 1) Menetapkan dan merigesahkan UUD 1945 setelah mengalami perubahan di sana-sini. Dalam UUD tercantum dasar negara.

Dengan demikian PPKI pun telah menetapkan dasar negara RI yang baru diproklamasikan sehari sebelumnya; 2) Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno dan Drs. Hatta, masing-masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia; 3) Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berfungsi membantu presiden dan wakil presiden sebelum lembaga-lembaga negara yang diharapkan UUD 1945 terbentuk secara resmi.

Khusus mengenai penetapan UUD 1945, bahan yang digunakan ialah bahan hasil sidang BPUPKI tanggal 10 s.d. 16 Juli 1945. Sedangkan untuk Pembukaannya diambil dari Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan.

Usulan-usulan yang masuk kepada Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dikemukakan M. Hatta sebagai berikut:

a.     Menghilangkan Rencana Pernyataan Indonesia Merdeka serta Rencana Pembukaan yang telah disetujui Badan Penyelidik tanggal 15 Agustus 1945 dan menggantinya dengan usul Rencana Pembukaan Hukum Dasar yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan tanggal 22 Juni 1945 dengan beberapa perubahan.

b.    Perubahan yang dimaksud diantaranya "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti dengan "Ketuhanan Yang Mahaesa". Dengan perubahan ini, maka seluruh hukum Undang-undang dasar dapat diterima oleh daerah-daerah Indonesia yang tidak beragama Islam. Perubahan ini telah mendapat persetujuan dari berbagai golongan dan akan menyatukan seluruh bangsa.

c.     Dengan adanya perubahan pada Pembukaan, maka ada perubahan dalam Rencana Undang­undang Dasar, yaitu: 1) "Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam" diubah menjadi "Presiden ialah orang Indonesia asli" (Pasal 6 ayat 1); 2) Negara berdasar atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Mahaesa" (Pasal 29 ayat 1).

d.     Dalam pasal-pasal UUD 1945 terdapat pula beberapa perubahan; c. Menambahkan kepada Rencana Undang-undang Dasar tanggal 16 Juli 1945 dan tambahan itu disahkan, yaitu: · Bab XVI pasal 37 tentang Perubahan Undang-undang Dasar; · Aturan Peralihan Pasal I sampai dengan IV; · Aturan Tambahan angka 1 dan 2.


Setelah dilakukan amandemen terhadap UUD hasil sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945, maka disahkanlah UUD Republik Indonesia. Sekarang, UUD hasil putusan sidang PPKI tannggal 18 Agustus 1945 dikenal dengan nama UUD 1945.

Maka sejak itu hingga kini umat Islam belum bisa mengembalikan makna perjuangan Islam dalam kontek berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan ajaran dan syariat Islam bagi pemeluknya.*
Penulis penikmat sejarah, tinggal di Surabaya
copas:hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar