Jumat, 05 Oktober 2012

Kila dan Mimpinya tentang “Patani Darussalam”

Hidayatullah.com—AWAL tahun lalu, rombongan Badan Penerangan Dewan Syura Pimpinan Organisasi Pembebasan Patani Bersatu (PULO) bersilaturrahmi kepada wartawan di Gedung Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Jakarta.  Selain berilaturahmi, rombongan pejuang PULO berbagi cerita tentang kisah penindasan rezim Buddha-Thailand terhadap umat Islam di Patani.
Abu Jihad yang datang bersama lima rekannya dari pengasingan bercerita tentang sikap pemerintahan baru rejim Thai pimpinan Yingluck Chinawatra kepada Muslim Patani.

Semenjak Yingluck naik tahta sebagai perdana menteri 6 Agustus 2011 lalu, justru menambah  pasukan darurat militernya. Akibatnya, sejuta kisah pilu perlakuan terhadap kaum Muslim pun terjadi.

"Perampokan, pemboman, penembakan terhadap Muslim Melayu terus berjalan. Juga pemerkosaan terhadap anak-anak kemudian mereka dipaksa memakai narkoba," kata Abu Jihad kepada media ini.

Sebelum kedatangan mereka,  Kamis, (16/12/2011) , Mukhtar Kila (47), seorang tokoh pejuang Muslim Patani bahkan ditembak oleh 4 orang pria yang diduga didalangi oleh penjajah Thailand.

Mukhtar Kila langsung meninggal dunia di tempat kejadian. Sedang pelalu yang mencoba melarikan diri ikut terbunuh ditembok tentera Thailand.

Tragedi pembunuhan Allahyarham Mukhtar Kila ini telah menambah satu lagi sejarah pedih perjuangan rakyat Melayu Islam Patani.

Pemerintah Thailand senantiasa mencurigai pihak pejuangan aktivis-aktivis Melayu Islam Patani, baik daripada golongan akademik, ulama ataupun anak-anak muda Muslim.

Kisah Mukhtar Kila ini mengingatkan kejadian masa lampau tentang pembunuhan secara rahasia dan licik terhadap seorang aktivis pengacara  bernama Som Chai (Abang Jinluck) yang senantiasa membela pemuda-pemuda Muslim Patani di pengadilan.
Kesultanan Islam

Patani adalah negeri Melayu yang terletak di tanah genting Kra, selatan Thailand. Namun kini, di wilayah itu telah terpecah menjadi 3 propinsi, yaitu Patani, Yala dan Narathiwat.

Istilah Patani yang dipakai dalam tulisan ini merujuk pada Patani di masa lalu, saat belum dipecah menjadi tiga propinsi. Di era kejayaan Sriwijaya, Patani dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya yang terdapat di daerah Semenanjung Melayu dan Sumatera berada dalam kekuasaan Sriwijaya.  Dari abad ke-7 M hingga awal abad ke-13 M, Sriwijaya menguasai jalur pedagangan di Selat Malaka, dan menarik pajak dari para pedagang yang lewat dan berdagang d kawasan itu.

Pada abad ke-11 M, Islam sudah mulai tersebar luas di Patani. Seiring perkembangan, kemudian Raja Patani, Phya Tu Antara masuk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Ismail Syah Zhillullah fi al-Ardl.Pada abad ke-13 M, Patani ditaklukkan oleh kerajaan Ayuthaya (Siam). Pada abad ke-15, hampir keseluruhan wilayah Patani telah memeluk agama Islam. Dalam perkembangannya, kemudian banyak lahir ulama-ulama besar dari daerah ini, di antaranya adalah Syaikh Daud al-Fattani. Dengan tersebarnya Islam secara luas di Patani, maka kemudian terbentuk dua wilayah kebudayaan di kawasan tanah genting Kra, yang dibedakan oleh dua agama: Islam dan Budha.

Tahun 1785 M, Pasukan Siam (Ayuthaya) di bawah pimpinan Phraya Chakri kembali menyerang Patani. Perang yang kelima ini berlangsung dalam waktu lama, walaupun akhirnya Patani mengalami kekalahan pada bulan November 1786 M. Kekalahan ini benar-benar menghancurkan harkat dan martabat rakyat dan kerajaan Patani. Saat itu, berdasarkan cerita dalam Hikayat Kerajaan Melayu Patani, digambarkan kebrutalan pasukan Siam terhadap rakyat Patani.

Seorang pejabat Inggris, Sir Francis Light yang baru tiba di Pulau Pinang, menulis surat 12 September 1786 kepada jenderal Inggris Lord Cornwallis di India. Dalam surat itu, Light menceritakan mengenai kekejaman tentara Siam di Patani. Laki-laki, perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa diikat kaki dan tangan mereka, kemudian dihempaskan ke tanah dan diinjak-injak sampai mati dengan gajah.

Tahun 1826 M, Inggris mengakui kekuasaan Siam atas Patani yang ujunya melahirkan kebijakan Thesaphiban, di mana diwajibkan menghapus sistem pemerintahan kesultanan Melayu di Patani. Sejak penghapusan kesultanan Melayu tersebut, kerajaan Patani semakin lemah dan tertekan. Konsul Inggris di Songkhla saat itu, W.A.R. Wood mengatakan bahwa, rakyat Patani telah menjadi korban dari pemerintahan kerajaan yang salah atur (misgoverned).

Patani mencapai zaman keemasan selama pemerintahan Ratu Kuning. Digambarkan,  perdagangan internasional sangat ramai, sehingga setiap malam pelabuhan Patani selalu diterangi cahaya lampu dari kapal-kapal pedagang .
Namun tahun 1651 M, terjadi perebutan kekuasaan yang melahirkan kekacauan dan konflik  yang meyebabkan Patani tenggelam dalam kemunduran hingga ditaklukkan oleh Ayuthaya pada pertengahan abad ke-17 M.

Adanya perjanjian antara Inggris dengan Thailand, Patani diposisikan bagian dari Thailand. Sedangkan Perlis dll, menjadi bagian dari jajahan Inggris (sekarang Malaysia). Muslim Patani tidak mempunyai pilihan, mereka dipaksa menjadi bagian dari kerajaan Siam (Thailand). Sejak itu terjadi pergolakan di daerah Patani hingga saat ini.

Patani yang merdeka

Sebagai upaya mengembalikan kerajaan Melayu Muslim dan mendorong terbentuknya “Patani Darussalam”  (mencita-citakan kembali kesultanan Islam yang merdeka yaitu seperti tahun 1457 sampai 1902) maka tahun 1968 dirintislah  Patani Bersatu atau Patani united Liberation Organization (PULO) di  deklarasikan di Pakistandan disahkan oleh para ulama Patani di Arafah. Gerakan ini digagas oleh almarhum Kabir Abdurrahman, yang juga sahabat dekat  almarhum M Natsir.

PULO digerakkan para penggagasnya di pengasingan. Termasuk dari  Damaskus, Suriah. Beberapa organisasi pembebasan Patani lain juga ikut menggerakkan. Di antaranya Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP), Barisan Revolusi Nasional yang digagas Ahmad Bong, kawan mantan proklamator Indonesia, Sukarno.

Semenjak kelahirannya, organisasi ini sentiasa mendorong perjuangan rakyat Patani ke arah tercapainya masyarakat Melayu Islam Patani yang lebih baik. Perjuangan ini merangkum berbagai aspek; khususnya politik dan diplomasi, di samping aspek-aspek lain yang merangkum di dalam dan luar negara. Tujuan perjuangan ini adalah untuk mencari penyelesaian terhadap isu-isu dan masalah yang dihadapi oleh rakyat Patani agar mendapat penyelesaian dan kedamaian yang abadi. Karenanya, masyarakat Melayu Patani sendiri berharap bisa menyuarakan hasrat dan keinginan mereka sendiri.

Namun pemerintah Thailand memposisikan gerakan PULO sebagai “pemberontak”.  Akibatnya, tak ada lagi dialog dan pembicaraan dari hati-hati antara pemerintah pusat dengan kaum Muslim, khususnya di pengasingan. Sikap pemerintah Thailand yang egois ini akhirnya melahirnya banyak prasanangka pada kaum Muslim dan pendekatan militeristik.

Kejadian menyedihkan 25 Oktober 2004, ketika  84 Muslimin meninggal dunia, Provinsi Narathiwat, Thailand akibat mati lemas setelah lebih 1.300 orang dijejalkan ke dalam kendaraan-kendaraan selama sekitar enam jam oleh aparat Thailand.
Kekerasan terhadap Muslimin oleh penguasa Thailand seperti ini bukan barang baru. April sebelumnya, militer Thailand bahkan pernah menyerbu sebuah masjid dan mengakibatkan tewasnya 108 orang. Sejak Januari 2004, sedikitnya 400 Muslim meninggal atas kekerasan yang dilakukan penguasa Thailand.

Menurut statistik dari Kepolisian Kerajaan Thailand, telah 3.029 warga sipil tewas atas serangan aparat sejak Januari 2004 sampai Mei 2009.

Meski demikian, upaya kaum Muslim untuk ambil bagian terus dilakukan. Misalnya ketika  tahun 2011 --sebelum Pemilu Thailand yang berlangsung pada 3 Juli  2011-- Allahyarham Mukhtar Kila mendirikan partai yang dinamakan Partai Keadilan (Pracha-Tham). Partai ini mengharapkan mewakili suara masyarakat Melayu Islam Patani di wilayah-wilayah Patani melalui proses demokrasi yang sah dan resmi.
Hingga saat ini, ada 5 propinsi masih berbahasa Melayu yaitu : Patani, Yala, Menara (Narathiwat) Stul dan Senggora (Sungkla). Bukan tiga propinsi sebagaimana banyak ditulis media.
Sebelum Pemilu Thailand 2011, Mukhtar Kila pernah diwawancara oleh wartawan, dan memberitahu bahwa ia dan teman-teman seperjuangannya sangat bersyukur dan gembira karena dia dan rekan-rekan seperjuangannya dapat melahirkan partai yang mewakili masyarakat Melayu Islam Patani dan bertujuan untuk membela hak-hak orang Melayu Patani.

Alkisah, Partai Keadilan (Pracha-Tham) merupakan partai orang Melayu Islam yang pertama kali dalam sejarah Patani di bawah pemerintah tangan besi Thailand.
Dengan tertubuhnya partai Keadilan,  Mukhtar Kila mampu berkampanye dan berinteraksi dengan masyarakat secara terbuka serta berani menyampaikan hasrat dan tujuan lahirnya partai tersebut.

Tepat 3 Juli 2011 Kila  dicalonkan sebagai kanidat untuk bertanding menjadi wakil rakyat di wilayah Menara (Narathiwat).  Malangnya, ia gagal dalam Pemilu tersebut. Meski demikian, Kila tidak berputus asa karena wawasan dan misi partai tersebut telah disampaikan kepada Masyarakat.

Sayang, sebelum cita-citanya menjadikan Muslim berjaya di  bumi Patani, Kila telah meninggalkan perjuangan akhir Desember lalu.

Tanggal (23/12/11) polisi Thailand mengabarkan telah menangkap 5 orang tersangka penembak Kila, yang umumnya anak-anak berusia 18-26 tahun di District Bendang Setar, Provinsi Yala.

Kila lahir tahun 1964 di Kg. Gelaung Gajah, Tanjung Mas, Menara (Narathiwat). Selain pernah menyelesaikan di University Ramkamheng Bangkok ia juga pernah belajar di Australia. Semasa belajar di Bangkok, ia  sempat menjadi Ketua organisasi Pelajar Islam Patani di Bangkok.

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala menempatkan Kila dalam barisan para Syuhada,  dan mudah-mudahan semangat perjuangannya tetap memberi inspirasi dan kesabaran pada Muslim Patani lain.*/abj
Keterangan foto: Foto Kila & musibah tewasnya 84 umat Islam tahun 2004
copas:hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar